Desember 28, 2014

pagi yang indah

ahh...libur.
apa yang bagimu sangat menyenangkan di pagi yang sepi dari rutinitas? karena sulit bagiku untuk bangun siang-siang dan menuruti setan kemalasan, maka pagi ini aku sudah terjaga pada jam seperti rutinitasku. mungkin jam tubuhku sudah sepakat dengan jam lain, jadi mereka sudah seiring sejalan.

selalu aku memulai hari dengan secangkir kopi, dengan setiap teguk adalah sebuah kelegaan bahwa aku masih bisa bersyukur, masih bisa menikmati hari. temanku kali ini adalah sebuah novel klasik-dracula, yang baru aku temukan dari obral buku. mengalihkan beberapa novel pop yang juga aku beli, buku klasik itu aku santap terlebih dahulu.

aku menyendiri di kursi malasku, menghindari semua tatapan yang bagiku selalu merasa ingin tahu, dan merangsangku untuk menjawab dengan ketus semua pertanyaan yang terlontar padaku. aku merasa saat ini sedang lebih suka menyendiri saja.

ketukan di pintu.
kubiarkan saja, toh masih ada teman lain yang pasti akan bersukarela untuk membukakan pintu ruang tamu, sementara kursiku berseberangan dengan ruang tersebut. kembali pada bukuku.

kembali ketukan di pintu.
ah, betapa sial dan mengganggu jika masih saja belum ada sukarelawan yang membukakan pintu. dan sepagi ini sudah ada orang bertamu. begitu keterlaluan. kembali pada bukuku. aku masih tidak peduli.

akhirnya ketukan di pintu berakhir dengan sendirinya. terima kasih ungkapku dalam hati, namun sejurus kemudian terdengar suara yang sudah akrab di telingaku, menyapaku,
"astaga, hon, ternyata kamu berada di sini, tapi mengapa tak kau bukakan pintu untukku?"
"kau sudah berada di sini sekarang, untuk apa aku membuka pintu?"
"kau ini. benar-benar..."
"benar-benar apa?" potongku ketus. merusak kesenanganku saja.
"aku memerlukan kamu untuk membantuku menyelesaikan tugasku. tolong ya. ikut aku sekarang"
"haruskah? aku sedang menikmati liburanku, sedang berada dalam waktu terbaikku untuk tidak bertemu denganmu."
"mengapa kamu senang ketika tidak bertemu denganku?"
"bukannya kita setiap hari sudah bisa bertemu?mengapa aku harus bertemu denganmu kembali pada saat libur? menurutku sebaiknya libur itu termasuk libur bertemu denganmu."
"kau aneh."
"sudahlah, sana pulanglah. aku sedang sibuk."
"tidak mau. aku ingin pulang denganmu. atau aku di sini saja menungguimu sampai kamu selesai, untuk kemudian kita melanjutkan rencanaku."
"ya sudah. tunggulah di situ sampai kamu bosan."

aku terdiam, kembali ke bukuku. sementara dia diam duduk di depanku, yang pastinya semakin mendongkol karena ajakannya tak ku penuhi. semakin lama aku perhatikan dia tak menunjukkan tanda-tanda keresahan, tetapi aku salah. beberapa saat kemudian dia berdiri, mendekatiku, lalu tanpa aku duga sebelumnya, digenggamnya tanganku, setengah diseret, aku meronta, tetapi aku kalah kuat dari dia. aku masih saja mengumpat tingkahnya yang kekanak-kanakan itu, tetapi terus berlalu mengikutinya, dengan malas.

di dalam mobil.
aku kembali pada bukuku, dengan tak peduli, aku angkat sebelah kakiku, dan masih konsentrasi ke bukuku. aku yakin jika sudah bosan, pasti dia akan bersuara untuk protes. ah, aku hafal sekali tentangnya. padahal aku berstatus temannya saja, bukan pacar, atau lebih. sampai menit-menit berlalu, sampai kira-kira setengah jam aku membaca, tak perduli mobil melaju ke arah mana, asal tidak masuk ke laut aku masih diam. sesekali ikut terdengar olehku musik yang sedang mengalun, lagu latin kesukaanku. mengapa seleranya ikut berubah menjadi seleraku juga?

"kau ini, jangan menjadikan aku sopir pribadi." dia berseru sambil merebut bukuku dan membuangnya dengan asal ke jok belakang.
"hah,,,apa?aku selama ini dan sampai kapanpun tak pernah menganggap kamu sopir pribadi. aku kan hanya membaca."
"jangan membaca selagi berkendara denganku. aku ingin diajak bicara, tentang apa saja." sekilas aku meliriknya saat mengatakan kalimat itu, dan aku menangkap kilatan penuh harap dari matanya yang malah membuatku geli. karena hari libur, dan suasana hatiku juga sedang baik, aku hanya tersenyum.
"kau terlihat semakin kekanakan dengan semua yang sudah kau katakan itu," balasku.
"aku ingin kamu perhatikan aku, aku hari ini sudah....sudah.." dia tak meneruskan kalimatnya.
"sudah apa?sudah sarapan atau sudah merasa dicuekin?" aku semakin senang menggodanya. hari ini sepertinya akan penuh candaan untuknya, karena semakin dia kesal, aku semakin merasa lega, seperti ada sesuatu beban yang terlepas dariku. aku melihat raut mukanya yang tiba-tiba cemberut, lalu meledaklah tawaku.
"aku adalah teman terbaikmu, harusnya aku mendapatkan reward. aku menemanimu, hampir setiap hari, aku ada untukmu, bahkan saat hari libur seperti ini, harusnya aku melakukan kegiatanku sendiri, tapi malah menemanimu, entah kemana ini. mengapa kamu yang sewot? aku sedang baik hati nih, aku tidak menuntut apa-apa darimu. setidaknya untuk sekarang."
"aku tidak pernah mau menganggapmu temanku." dia menyahut kemudian.
"jangan begitu, dong. aku kan bermaksud baik mau membantumu kali ini. kau butuh bantuan, kan?"
"aku tadi berbohong kok. aku ingin mengajakmu ke tempat favoritku. aku ingin mengajakmu jalan-jalan."
tiba-tiba saja pikiranku berkecamuk, mau dibawa ke mana arah pembicaraan ini. aku beberapa hari lalu sempat disadarkan oleh temanku yang lain, bahwa ada yang aneh dengan hubungan-teman antara aku dan dia. aku mulai dungu dengan tidak memperdulikan perhatian-perhatian kecilnya yang jelas-jelas menyiratkan cinta. aku tiba-tiba saja teringat hal ini, saat yang tepat, untuk menjelaskan bahwa aku tak bisa memiliki perasaan yang sama dengannya. perasaan yang sama? mungkin saja aku bisa menghindarinya, itu hal yang mudah bagiku, karena aku memang tidak merasakan apa-apa selama ini terhadapnya.

apakah ini?

aku memulai dari mana ya, enaknya. atau aku tulis saja semuanya, agar jelas dan tak mengganjal di benakku. agar semua bisa keluar dan membuat aku merasa lega. aku hanya ingin mengabadikan kejadian tadi, agar aku bisa mengulang-ulangnya lagi. 
tadi aku masih bekerja seperti biasanya, mengerjakan pekerjaan yang semakin kurasakan menjemukan. tapi aku masih berusaha untuk selalu ikhlas, agar aku mendapat barokah atas apa yang aku kerjakan. aku mulai dari rencana kerja yang sudah aku susun sehari sebelumnya, berusaha untuk disiplin mengerjakan satu persatu tanpa terlewat. berusaha sekuat tenaga untuk menahan godaan di depanku, karena aku jarang menyingkirkan buku dari hadapanku. bagiku tak ada hal lain yang lebih menggoda daripada buku yang ada di depanku yang selalu aku bawa dari rumah. aku mulai dengan musik yang akan seharian menemaniku. aku mulai mengerjakan poin satu, untuk kemudian berlanjut dengan rincian pekerjaan selanjutnya. hingga tiba-tiba ketukan di pintu ruangan yang menghentikanku, membuatku mendongak, dan dengan hati mencelos, aku mendengus saja melihat siapa yang berdiri di pintu itu. sejak itu rontoklah satu persatu konsentrasi dan rincian pekerjaan yang sudah aku buat dan mulai aku kerjakan jadi amburadul. padahal orang itu masih berdiri di pintu dan tak berbuat apapun yang menggangguku. hanya matanya yang mengawasiku, mengawasi gerakanku, membuatku jengah. 

berikan aku hatimu

aku masih merasa kesal dan marah dengan diriku sendiri, yang tak mampu menguasai perasaanku, yang tak bisa menahan gejolak hatiku, dan menutupi kegugupanku di depan yonggi. aku sudah sejak lama merasa mulai menyukainya, meskipun aku tahu dia tak pernah membalas perasaanku, namun aku masih tak bisa berpaling ke hati yang lain, meski aku tahu aku bukan tipe yang dia sukai, aku masih berharap dia akan berpaling melihatku yang sudah lama memendam perasaan suka padanya. karena itulah aku menyanggupi untuk bekerja bersamanya, melakukan pekerjaan yang membuatku bisa sering berdekatan dengannya. selain aku mengakui bahwa aku memang membutuhkan uang dari pekerjaanku itu. masih banyak uang yang harus aku kumpulkan untuk menutupi biaya hidup dan sekolah lanjutanku, jadi aku harus fokus untuk bekerja, dan melanjutkan keinginanku. aku harus mulai menekan perasaanku yang maunya jadi macam-macam seperti ini, aku tak boleh terlena untuk menyenangkan hatiku saja, tanpa mengingat tujuanku sebenarnya.
aku sedang benar-benar drop kondisiku, karena kecapekan kerja sehari sebelumnya, kemudian aku harus terbang ke kota lain yang cukup menguras tenagaku, jadi sepanjang perjalanan aku hanya diam, pura-pura tidur agar tidak diganggu, atau aku hanya melamun. aku mendengar yonggi, yang duduk di sebelahku, yang cukup sering bertanya tentang keadaanku, apakah aku baik-baik saja, lama-lama sampai aku merasa bosan menjawab, jadi aku diamkan saja. aku tak terlalu perduli alasan dia mengkhawatirkan aku semacam itu, karena aku sudah cukup lelah memikirkan kondisi badanku yang agak memburuk. aku takut tidak bisa bekerja dengan baik, dan uangku akan melayang.
yonggi masih beberapa kali mengulang pertanyaan yang sama tentang keadaanku, dan karena aku tidak bereaksi, lama-lama dia hanya menggenggam erat tanganku. aku juga tak tahu hal itu dilakukan atas dasar apa. mungkin dia merasa kasihan melihatku begitu lemas, tak berdaya, dan mungkin aku terlihat sangat pucat juga. aku diamkan saja tangannya yang terus menggenggam tanganku sepanjang perjalanan itu.
hingga ketika kita sampai di hotel, berpisah untuk masuk ke kamar masing-masing, aku masih sempat melihat tatapan kuatir darinya. aku hanya konsentrasi pada otakku yang merapal berkali-kali tentang tidur dan mandi air hangat, akhirnya hanya mampu menjawabnya dengan senyum. semoga dia bisa mengerti arti senyumku, bahwa aku sangat senang diperhatikan olehnya seperti itu. sungguhpun aku memang bukan tipe yang disukainya. tapi aku menduga dia tak akan mengerti seperti yang aku pikirkan, karena aku tahu aku mungkin hanya dianggap fansnya. aku kemudian berlalu dari hadapannya, menuju kamarku, kasur, dan air hangat.
terdengar ketukan di pintu. entah sudah berapa lama aku tertidur, tadi setelah mandi aku merasa sudah terlalu ingin naik ke tempat tidur, jadi aku masih setengah telanjang ketika terbangun dan mengira-ngira aku sedang berada di mana, mengumpulkan segenap kesadaranku, dan mengapa aku berada sendiri di kamar hotel itu.
masih terdengar ketukan di pintu. ketika aku menyadari sepenuhnya, apa yang harus aku lakukan, alasan aku berada di hotel itu, akhirnya aku beranjak turun dari tempat tidur, berganti baju segera, lalu menuju ke pintu. tepat saat aku membuka pintu, kudengar gerutuan yonggi di depanku, yang semakin membuatku bingung, mengapa makhluk tampan itu sudah berada di depan kamarku, menggerutu pelan, dan melihat kepadaku seperti meneliti kuman di dalam mikroskop. aku memang masih belum sadar sepenuhnya dengan kondisi badanku, jadi antara badan dan otak masih belum singkron. aku butuh beberapa saat untuk menyadari apa yang terjadi ketika tiba-tiba saja yonggi sudah menarik tanganku, membuatku menutup pintu dengan tergesa, dan setengah berlari mengikuti langkahnya di sampingku.
"kamu harus makan. aku melihatmu seperti balon kempes dari tadi. aku harus membuatmu sehat agar kerjaan kita besok lancar"
ooowww.....jadi itu alasan yonggi menyeretku dengan ganas tadi. hanya karena aku harus makan. bukankah aku tak perlu seseorang untuk menyeretku seperti adegan penculikan seperti itu kalau hanya untuk mengisi perut? yonggi sudah keterlaluan, tapi aku senang dengan perhatiannya. kembali pada kata aku menyukainya. jadi apapun yang membuatku dekat dengannya memang membuatku senang. sungguhpun saat ini kondisiku sedang tidak terlalu bagus untuk hal semacam itu.
aku makan di depannya, dengan tatapannya yang menyelidik seakan ada sebulir nasi di pipiku, dan dia seperti akan menelanku jika makanan di hadapanku aku dorong ke tengah meja karena aku kenyang. dan benar saja, dia sudah memasang muka sebal saat aku mendorong makananku ke tengah meja. aku memang sudah kenyang, dan terlebih lagi, aku sedang tidak berselera. makan sambil diawasi semacam itu, membuatku semakin mual. aku kemudian permisi meninggalkan meja untuk kemudian kembali ke kamar dengan alasan aku akan minum obat.
"sampai jumpa besok, terima kasih untuk makanannya", sahutku dengan tulus, dan tak lupa memasang senyum, sambil berdoa agar dia juga menyukaiku.
coz i only feel alive when i dream at night
jadi aku merasa lebih baik saat aku diam, memejamkan mata, membayangkan dia, dan memimpikannya.
hanya itu yang bisa aku lakukan, karena tidak mungkin aku bisa mengubah hati seseorang.
aku kembali mengingat-ingat  kedekatan yang selama ini sudah terbangun. kedekatan karena kerjasama, karena selalu bersama dalam satu atap dengan alasan pekerjaan, karena hubungan pertemananku yang begitu baik dengan manajernya, membuatku sering dipanggil bertugas dan terlibat dengannya. hingga terjadi peristiwa waktu itu, hal yang tak ingin aku ingat, tapi aku merasa senang jika mengenangnya. seakan bagian yang indah dan tak kan bisa terulang.
saat aku harus kembali terlibat kerjasama dengan yonggi dan grupnya, dan membuatku kerja hingga larut, sering lupa waktu, dan sering pula punya alasan yang cukup baik untuk berada di asramanya. aku ingat, waktu itu aku memang sedang tak ingin pulang karena aku sedang menghindari temanku yang datang untuk menginap di tempatku hanya karena butuh meminjam uangku, jadi aku akhirnya beralasan sibuk bekerja dan tidak pulang. aku terdampar di kamar yonggi hingga besoknya, karena di asrama yang tersisa hanya aku dan dia, yang lain malah sedang bekerja di studio, tidak pulang semalaman. aku sama sekali tidak menggodanya, awalnya aku ke kamarnya untuk menawari kopi, dan karena aku sedang tidak ingin pulang maka aku mengajak ngobrol tentang macam-macam hal, bertanya tentang banyak hal, saling curhat. aku lupa persisnya sedang membicarakan apa, hingga tahu-tahu dia sudah berdiri tepat di depan aku duduk. merebut cangkir kopi dari tanganku, dan mulai menciumku.
semua terjadi begitu saja, seakan seperti sudah seharusnya. karena aku memang sangat menyukainya, maka aku tak terlalu terbebani tidur dengannya. aku ingat, ini yang kedua kalinya, sejak yang pertama adalah dengan kekasih lamaku yang kemudian pergi meninggalkanku begitu saja. berulang kali aku katakan kalau aku menyukainya. aku tak terlalu perduli dengan jawabannya, reaksinya, aku katakan aku ingin jadi kekasihnya untuk malam itu saja. dan kuingat dia menyanggupi. dia mengatakan iya, dan tersenyum, selayaknya sebagai kekasihku. mungkin karena hal itulah, aku sering mengenang peristiwa itu sebagai sesuatu yang menyenangkanku.
kali ini aku merasa hidup, seakan ada sesuatu yang berarti yang membuatku bertahan dalam menghadapi kerasnya jalan hidupku. seakan dialah alasanku untuk selalu melihat sesuatu dengan kepala dingin dan tetap fokus. mungkin aku sudah mulai mencintainya.
esoknya, aku bekerja bersamanya. mengikuti sesi demi sesi pemotretan untuk promo albumnya, untuk produk iklan, dan model mv. kesibukanku cukup menyita perhatianku hingga aku melupakan keganasan saat dia menyeretku untuk makan kemarin, mengalahkan ingatanku akan genggaman tangannya yang tak beralih selama di perjalanan. dan yang utama, aku sudah bisa fokus ke pekerjaan, tanpa memasukkan perasaanku ke dalamnya. meski ada adegan yang di luar skenario, aku masih menganggapnya biasa saja, tanpa beban perasaan. dia dengan enteng membuat improvisasi dengan mencium pipiku, dan mengatakan merindukanku, saat pemotretan untuk model iklan baju musim depan. hasilnya memang terlihat bagus dan membuat semua pihak cukup puas. mungkin karena akupun tersipu dengan tingkahnya, sehingga membuat efek yang bagus.