Desember 21, 2015

our relationship, day 1

agak susah untuk menulis apa yang sudah terjadi kemarin. tiba-tiba saja yonggi muncul di depan pintuku, tanpa banyak kalimat, dia masuk dan menyodorkan seikat mawar kepadaku, seperti sudah terbiasa bertandang ke tempatku saja.
diawali dengan kalimat-kalimatnya yang menuntut atas menghilangnya aku dari bekerja di tempatnya, lalu hubungan rumit antara aku dan anak direktur yang juga menyukainya, dan juga kenyataan bahwa aku pernah tidur dengannya, akhirnya dia menjelaskan bahwa sebenarnya diapun mencariku, untuk menjelaskan bahwa dia tak menyukai anak direktur, bahkan yang lebih parah adalah dia mengancam akan hengkang dari perusahaan jika masih saja dituntut untuk menggadaikan harga diri dengan menjalin hubungan khusus dengan anaknya.
sudah cukup penjelasannya, hal yang tak aku duga adalah kalimat berikutnya, dia mengatakan sangat merindukan aku. tak cukup hanya dengan kata-kata, dia mendekati dan memelukku, seperti tak akan melepasku lagi. aku awalnya hanya tertegun, tak mampu balik memeluknya, karena bagiku dia terlalu indah untuk menjadi kenyataan, namun setelah aku merasakan bibirnya yang mengecupku, aku mulai merasakan kehadirannya. hal itu berlanjut begitu saja, hingga berakhir di tempat tidurku. beberapa kali dia membisikkan kalimat sakti bahwa dia sangat mencintaiku. aku seperti melayang dalam mimpi yang tak kunjung berakhir, hingga alarmku berteriak sudah waktunya aku bangun dan mengawali hari dengan bekerja. bekerja sebagai pegawai magang di kantor milik ayahku sendiri. sering aku merasa aneh dengan posisiku di kantor. aku harus menaruh hormat yang sangat dalam, bahkan kepada pegawai yang penjilat sekalipun. ayahku sudah memperingatkan, siapa saja orang yang patut diwaspadai dan dicurigai telah berbuat yang merugikan perusahaan. aku hanya diminta oleh ayahku untuk mengikuti setiap geraknya, langkahnya yang diambil mengenai pekerjaannya, hingga akhirnya menentukan keputusan akan posisinya.
aku berlaku seperti biasanya, bangun pagi, membuat sarapan untuk berdua, dan melangkah kembali ke kamar untuk mandi. aku melihat yonggi masih tidur di balik selimut, aku enggan membangunkannya. aku sudah selesai dengan semua persiapanku, melangkah menuju garasi, dan kaget karena mobil yonggi diparkir tepat di depan pintu garasi, praktis menghalangiku untuk mengeluarkan mobilku, kecuali aku harus memindahkan mobil sport merah itu terlebih dulu. aku akhirnya harus berjalan masuk ke rumah, langsung menuju ke kamar, di mana yonggi masih juga meringkuk di bawah selimut. dengan hati-hati kubangunkan dia.
"mobilmu menghalangi pintu garasi, bisakah kau bantu aku memindahkannya? atau mana kuncimu agar aku bisa mengeluarkan mobilku", kataku pelan kepadanya.
dengan masih menguap panjang, dia menyahut, "kunciku di meja ruang depan, kamu bawa mobilku saja, aku pinjam mobilmu karena aku mau membawa beberapa barang ke kantorku, boleh kan?"
seperti tersihir, dan aku harus menyebut demikian, atau apa, jika ada pria tampan setengah telanjang di ranjangmu, mengernyit lalu tersenyum kepadamu? aku kehilangan semua kata-kata gerutuan yang tercipta sejak aku melangkah dari garasi hingga sampai di kamar. dan hanya dengan melihat senyumnya, kalimat yang sudah aku susun menjadi berantakan. aku mengangguk, beringsut dengan canggung mendekatinya, mengecup pipinya sambil membisikkan, "aku berangkat, kupakai mobilmu saja agar aku tidak terlambat."
dengan masih sedikit berdebar, aku melangkah keluar kamar. baru saat ini aku melihatnya setengah telanjang, dan aku seperti baru menyadari, dia begitu tampan, begitu mempesona. bayangan senyumannya masih tampak di mataku hingga aku masuk ke mobilnya, menyalakan mesin lalu melaju di jalanan pagi itu. kurasakan aroma yang berbeda, karena aku mengendarai mobilnya. aku seakan masih mencium aroma tubuhnya, benar-benar membuatku hampir kehilangan akal sehat. aku mengakui, dengan bercinta dengannya semalam, benar-benar telah meruntuhkan pertahananku untuk melupakannya, untuk mencintainya dalam hatiku saja. karena dia begitu nyata, dia ada, dan mengatakan dia mencintai aku. aku sudah tidak membutuhkan apa-apa lagi sekarang.
kembali pada kenyataan. aku menyusuri jalanan yang biasanya, tapi aku merasakan hal yang berbeda, mungkin karena aku berangkat sepuluh menit lebih lambat, maka aku berkesimpulan bahwa aku akan menghadapi jalanan yang mulai ramai. hal itu tidak terlalu aku permasalahkan, hanya saja baru terlintas di benakku, bagaimana nantinya aku parkir di basement kantor. aku melupakan hal kecil yang menjadi efek besar bagiku. selama ini aku sudah berusaha cukup keras untuk menyembuyikan kenyataan bahwa aku memiliki mobil, aku adalah anak direktur, dan aku harus bersikap seperti pegawai magang yang lainnya.
akhirnya aku sampai di basement kantor, kuparkir seadanya saja, sambil tak lupa sebelum keluar dari mobil, harus ekstra memperhatikan situasi, akhirnya selewat kurang lebih lima menit, aku keluar dari mobil, mencoba bersikap biasa, melangkahkan kakiku agak lebar-lebar agar segera mencapai pintu karyawan.
aku berjalan menyusuri lorong menuju lift, berbasa-basi dengan sekuriti dan beberapa karyawan lain yang melintas bersamaan. setelah mengisi daftar hadir, menunjukkan kartu nama, aku melangkah kembali menuju ruangan, tanganku terpaksa mengaduk isi tas, karena tiba-tiba saja ponselku bergetar. yonggi menelpon,"uhm, ya. aku baru saja mencapai kantor. ada apa?"
hal pertama yang melintas di pikiranku adalah dia pasti butuh sesuatu di dalam rumahku, dan aku dengan sangat terpaksa harus kembali pulang. tapi ternyata tidak, dalam suaranya di telepon, dia sepertinya sedang riang, menanyakan apakah sarapan di meja makan itu untuknya. dan tak lupa dia menanyakan pasword pintu depan. aku menjelaskan nanti aku akan sms paswordnya, lalu kukatakan bahwa itu sarapannya. aku mengatakan beberapa petunjuk mengenai rumahku lagi, saat aku tiba-tiba menyadari ada seseorang yang memperhatikan aku. ternyata adalah taka, sesama pegawai magang yang malah terlebih dulu mendapatkan promosi, dan dia sudah pernah menyatakan perasaan sukanya padaku. aku tiba-tiba saja salah tingkah di depannya. aku benar-benar tidak menyadari apapun yang aku ucapkan baru saja kepada yonggi di telepon. mungkin karena aku masih sangat bahagia.
"hari ini kamu terlihat ceria. aku ikut senang", hanya itu yang taka ucapkan kepadaku, namun sudah bisa dipastikan, aku gugup setengah mati dan tak mampu menjawabnya. apalagi yonggi malah berkata dengan sangat keras kepadaku, "siapa itu?"
aku dengan menahan rasa salah tingkah, senyumku terasa kaget seperti pencuri yang ketahuan, tak mampu mengucapkan kata-kata selain, "maaf, aku sudah sampai di ruang kerjaku. talk to you later." lalu aku segera menutup ponselku.
mungkin saja taka tadi memperhatikan ucapanku, aku masih mengira-ngira dia akan berpikir demikian, dalam langkahku menuju ruang kerjaku. dia terlihat berjalan beberapa langkah mendahuluiku, namun aku yakin tadi dia memperhatikan kalimat yang aku ucapkan saat menjawab ponsel. mengenai sarapanmu, lalu mengenai ya nanti aku sms pasword pintu depan, jangan sentuh isi laciku, tolong bereskan meja makan, uh, semakin aku memikirkannya, semakin yakin aku bahwa taka pasti berpikiran kalau aku membawa seseorang ke rumahku. mungkin satu-satunya hal yang menghiburku adalah aku tadi tidak menyebut kata sayang ataupun kamu, yang menunjuk pada jenis kelamin tertentu. tapi belum tentu juga, aku tadi memanggil yonggi dengan panggilan apa ya, aku tak sanggup lagi menghadapi taka jika aku telah salah menyebut oppa kepada ponsel. pasti tidak bisa diralat lagi kata-kataku. aduh malunya.
ini baru hari pertama sejak proklamasi hubungan antara aku dan yonggi, namun yang terjadi malah rasa kikuk bagiku untuk menyembunyikan kenyataan bahwa dia tinggal di tempatku sekarang. mungkin ini maluku belum seberapa kepada taka, jika dibandingkan dengan aku yang telah membohongi dia mengenai statusku di kantor ini.
semakin aku memikirkan kemungkinan-kemungkinan bahwa taka akan marah padaku mengenai kebohonganku, ternyata malah tanpa sengaja aku mendapati diriku duduk di depannya saat makan siang. aku bersikap seakan kejadian tadi pagi sudah berlalu ratusan tahun. dan aku duduk tenang di depannya, mencoba menikmati hidanganku, padahal ingatanku masih melayang pada tubuh yonggi yang setengah telanjang tadi pagi.

should i say i love you?

Aku menyusuri rak buku seperti biasanya, di bagian buku sastra, yang aku suka. Aku tak pernah merasa lelah sungguhpun harus satu per satu membalik buku, mencari judul yang membuatku tertarik untuk membawanya pulang. Aku perlahan beringsut, dari rak paling bawah, lalu rak di atasnya, hingga rak teratas. Aku masih konsentrasi penuh, membalik satu per satu buku, saat tanganku bersinggungan dengan tangan orang lain. Aku terkejut, menoleh, dan kulihat dia tersenyum sebelum berlalu. Aku tak terlalu perduli. Aku sudah sering melihatnya saat aku berada di perpustakaan ini, karena dia adalah salah satu petugasnya. Dan kedatanganku selalu bertepatan dengan jadwal piketnya, membuatku harus selalu berurusan dengannya.
Aku kembali bertatapan mata dengannya, dari balik rak. Kami terpisah oleh deretan buku, tetapi tatapan kami seperti terkunci. Aku tak menyadari sejak kapan dia berdiri di situ dan menatapku. Aku menarik sudut mulutku untuk kembali tersenyum.
"Aku akan menelponmu, after work. Tidak apa-apa kan?", dia berujar seakan kita adalah kawan lama. Aku tahu dia sudah lama mengetahui nomorku, karena aku sering terlambat mengembalikan buku. Dan dia menghubungiku hanya karena hal itu. Aku tak pernah membayangkan hal lain. Tidak seperti sekarang ini, aku mendapati diriku mengangguk, menatapnya tersenyum kepadaku sebelum berlalu.
"Enggg, maaf, apa bisa mencarikan aku referensi sejarah Islam fundamental? Di bagian mana ya?" aku mencoba menahan langkahnya.
"Sebentar, aku tunjukkan." Lalu aku mengikutinya ke rak yang dia maksud. Agak jauh, mengingat perpustakaan ini memang sangat besar. Aku hanya memandangi punggungnya, berjalan dengan mencoba selalu menyamakan langkahku dengannya, berbelok dari satu rak, menyusuri rak yang lain, kemudian berjalan lagi. Hingga tiba-tiba saja dia berhenti. Aku menabrak punggungnya, ya sudah pasti aku menabraknya karena dia menghentikan langkah sementara kakiku tetap melangkah. Tiba-tiba saja jantungku berdegup kencang. Aku berdua dengannya di antara rak buku seperti ini, benar-benar romantis bagiku. Selama ini aku hanya membayangkan adegan ini akan terjadi padaku. Tapi ketika benar-benar aku berada berdua dengannya di sini, di tempat favoritku, aku justru salah tingkah.
Hal lain yang juga tidak aku duga adalah tiba-tiba saja dia berbalik menghadapku, menarik tanganku hingga aku terjerembab dalam pelukannya.
"Aku sudah lama menginginkanmu. Aku menyukaimu dengan segala tentangmu. Maukah kau jadi kekasihku?", dia membisikkan kalimat sakti itu di telingaku, bisa kurasakan pelukannya menjadi lebih erat sekarang, padahal aku belum menjawabnya apa-apa. Aku berusaha meronta, namun dia lebih kuat merengkuhku. Aku mencium wangi tubuhnya, membuatku semakin menyukainya. Aku belum mampu untuk menjawabnya, masih begitu terpesona dengan tubuhnya, ketika dia mulai mengecup bibirku. Kami berciuman beberapa waktu, hingga dia melepaskan aku, membiarkan