September 16, 2015

proposal kopi



Aku awalnya bertanya-tanya, tumben sekali Jung mengajakku bertemu. Mungkin sedang tidak terlalu sibuk dengan jadwalnya. Kucoba untuk menuruti saja keinginannya bertemu. Dan di sinilah kita sekarang, di tempatku.
Masih mengira-ngira dalam hati, apa yang menyebabkan Jung berlaku aneh bagiku sekarang, karena dia begitu saja menyodorkan secangkir kopi. Tersenyum mengatakan,
“Untukmu.” Dan aku sedikit terpana, biasanya aku yang selalu terobsesi untuk melayaninya, membiasakan untuk membuatnya nyaman ketika sedang di tempatku. Kali ini sebelum aku sempat menuju dapur, dia sudah mengharumkan ruangan dengan kopi buatannya.
“Udara sedang bagus, kita duduk di teras?” dan dengan mendengus kesal aku melangkah keluar ruang, bagiku dinginnya udara di luar, tidak menambah bagus suasana, kecuali dia yang selalu nampak gembira dan tersenyum. Suasana hatiku memang sedang kacau. Di kantor, tadi seharian aku banyak marah tak jelas, karena menurutku sedari pagi tidak ada seorangpun yang bekerja sesuai dengan yang aku inginkan. Tidak satupun jadwal yang akrab dengan kondisiku. Seperti contohnya, aku harus menghadiri makan siang dengan pemilik proyek yang baru aku kerjakan, yang orangnya sangat menyebalkan, lalu meeting di mana beberapa staf ahli, yang kukira ahli dalam pekerjaannya, malah membantahku, dengan alasan kegiatan yang terlalu padat dan aku harus hati-hati dalam memberi jadwal libur hari besar. Maksudnya, staf yang seharusnya mendukungku, malah menurut dengan sekutu dalam hal penentuan libur. Aku begitu lelah menghadapi mereka yang bekerja berdasarkan perbandingan berapa yang akan kita dapatkan dan berapa yang harus kita kerjakan. Hingga sore tadi aku menerima ajakan Jung, aku malah memikirkan untuk memecat mereka semua, namun aku juga tahu kemampuan mereka yang akan beralih ke perusahaan lain, pasti malah akan membangkrutkan aku.
Kusesap kopiku untuk sekedar menghalau rasa kesal di hati, dan kurasakan hangat mengaliri tubuhku. Aku masih melamun, dan tak menyadari senyuman Jung kembali menyapaku. Digenggamnya tanganku yang sebelah, yang tak memegang cangkir,
“Kau nampak lelah. Mau aku pijit? Atau kita bersenang-senang?”
Aku cukup memahami dia, jika dia mengatakan bersenang-senang ketika bertemu denganku, berarti adalah sebuah ajakan untuk bermain cinta di ranjang. Dan saat ini aku sedang tidak dalam mood untuk bercinta, sungguhpun aku sudah hampir sebulan tidak bertemu dengannya.
Selama ini, hubungan yang selalu aku bilang rumit ini, selalu dianggap baik-baik saja olehnya. Jika sepintas dinilai dari hubungan fisik yang kita lakukan, dan rencana-rencana yang diberitahukan kepada ayahku, mungkin menurut orang normal adalah baik-baik saja. Aku mengakui rumit, hanya karena dia adalah idol, dan aku merasa enggan membicarakan relationship kita kepada wartawan yang masih saja sering mencecarku dengan pertanyaan yang sangat privat, seperti apakah selama ini kami sudah tinggal bersama. Dan Jung merasa baik-baik saja karena dia sudah mengatakan kepada fansnya bahwa tidak mungkin dia tidak memiliki kehidupan pribadi bersama seorang wanita. Bahkan dia dengan terang-terangan sudah mengakui jika kekasihnya adalah aku, membuat hatersnya menyerang bertubi-tubi, namun dia tetap tenang menjelaskan bahwa tak bisa seseorang akan sempurna selamanya. Entah dia memperoleh kedewasaan berpikir seperti itu dari mana, namun yang jelas, dia selalu tabah menghadapi semua rintangan yang masih menyandung langkah kami. Harusnya aku cukup berbangga diri.
“Aku lelah di tempat kerja. Hari ini banyak hal yang tidak sesuai dengan yang kuharapkan. Banyak jadwal yang berubah, banyak orang yang menyebalkan yang aku temui. Aku benar-benar lelah.”
“mengapa tak kau coba menghabiskan kopimu saja? Mungkin bisa membuatmu merasa lebih baik.”
Kusesap kembali kopiku, beberapa kali agar aku merasa  lega, seperti melepaskan beban dalam dadaku. Tak terasa sudah hampir kandas kopi di cangkirku ketika aku melihat sebuah kilau di dalam cangkir,
“Apa ini? Seperti ada sesuatu di dalam kopiku”, aku berseru dan kemudian kuulurkan telunjukku menggapai dasar cangkir. Kutemukan sebuah cincin berlian yang sangat indah, melingkari kuku telunjukku, dengan berlumur sisa kopi hitam dari dasar cangkir. Kulihat Jung yang mengembangkan senyumnya, tiba-tiba menarikku dalam pelukannya,
“Will you marry me?” bisiknya.
Aku tak mampu berkata-kata, terharu dan terasa memanas mataku. Aku menangis begitu saja dalam pelukannya.

September 03, 2015

You dont know you're beautiful

Malam telah larut, badanku sudah terasa lelah untuk terus duduk dan  menghadap layar, aku mulai berpindah ke ranjang untuk merebahkan tubuhku. Semua tugas sudah aku selesaikan meski terasa berat tapi akhirnya selesai juga. Dengan mengerahkan seluruh kemampuanku,bisa dibilang adalah kemampuanku menghadapi godaan untuk bermalas -malasan dan melamunkan hal yang indah saja .
Dan benar saja, ketika kepalaku menyentuh bantal , Harusnya aku bisa segera terlelap dengan segala rasa capek yang aku derita. Tapi ini sebaliknya ,saat mataku terpejam ,aku justru melihat sebuah gambaran yang tambah membuatku tak bisa santai beristirahat .
Kulihat dengan jelas senyuman manisnya dan kadang adalah matanya yang berkaca -kaca , bahkan senyumnya yang kulihat kemarin masih lebih indah dari senyumnya yang ada di fotonya yang ada di kamarku .aku melihatnya begitu berbeda .
Terbayang kembali kemarin saat aku melihatnyamenggapai buku di rak paling atas , dengan tubuhnya yang mungil , tangannya tak mampu mengambil buku itu .
Aku mendekatinya , berdiri tepat di belakangya .bahkan aku bisa mencium aroma rambutya .
Kuayunkan tanganku ke atas melewati tangannya , mengambilkan buku yang dia maksud . Dan benar saja, saat dia menoleh , pipinya hanya beberapa senti dari dadaku ,membuatku tak mampu mengendalikan diriku sendiri ,mengendalikan degup jantungku .
Kulihat matanya masih juga berkaca -kaca . Dan bahkan menurutku air matanya begitu banyak membuatku semakin susah mengendalikan diriku untuk tidak memeluknya . Andai saja tidak ada sesuatu lagi yang terjadi ,buku itu terlepas dari tanganku dan jatuh ke lantai .
Dengan begitu gugup ,aku membungkuk mengambilnya ,di luar perkiraanku ,dia pun ikut membungkuk mengambilnya,dan ketika dia menegakkan tubuhnya ,tepat pada saat aku belum berdiri sempurna ,maka benar -benar dia berada di pelukanku .aku takut dia mendengar degup jantungku yang semakin tak terkendali
Adegan itu jatuh,detil demi detil masih terekam di ingatanku ,membuatku semakin merindukannya .semakin tak ingin melepasnya .
Aku benar benar benar mencintainya ,setiap saat adalah perasaan ingin selalu berada di dekatnya dan yang terkuat adalah perasaan ku untuk selalu memeluknya .aku melihatnya sebagai seseorang yang rapuh ,yang membuatku selalu bernafsu ingin melindunginya ,memeluknya aku,Dan selalu menjaganya .
Rasa itu demikian kuat ,membuatku hampir gila memikirkannya saja tidak.aku tak pernah melewatkan sedetikpun untuk tidak memikirkannya saja,apa lagi setiap Kali dia menangis ,ataupun saat matanya memancarkan sinar kesedihan ,raut mukanya yang seolah diliputi mendung kesengsaraan ,semakin besar hasratku untuk memeluknya Dan,mendekapnya ,dan akan aku Katakan bahwa aku akan selalu ada untuk nya .