masih saja di timeline video itu ada yang posting. semakin dilihat, semakin hafal pula setiap gerakan, setiap detik perkembangan chemistrynya, dan setiap detik pula rasa envy dan jealous yang bercampur itu meningkat. seharusnya memang tak perlu dilihat. dan seharusnya tak siapapun berhak untuk mengunggahnya. harus benar-benar melihat dramanya, barulah nanti akan ketahuan seperti apa adegannya. dan lalu akan direview dimana-mana. ini tidak. belum apa-apa sudah heboh di timeline, tentangnya.
hari ini, sejak beberapa hari yang lalu hebohnya timeline, aku kembali ke kantor dengan tingkat kegalauan yang mencapai puncaknya. kantor masih sepi seperti biasa, saat aku meluncur pelan menuju spot parkir favoritku di basement. aku melangkah gontai menuju front office, sambil berfikir untuk melanjutkan pekerjaanku yang masih belum selesai sejak kemarin. aku masih berkutat dengan pikiranku, sambil berjalan menuju pintu lift, lalu aku tersadar bahwa hari masih terlalu pagi dan sepi, aku tidak berani masuk ke dalam lift sendirian untuk naik ke ruang kerjaku. aku berhenti tepat di depan pintu lift, tersadar, kemudian kulangkahkan kakiku ke samping pintu, berharap akan ada orang yang akan masuk ke dalam lift juga, agar aku tidak sendirian di dalam lift. kemudian dari jauh kulihat taka berjalan ke arahku. dia tersenyum, bahkan sejak melihatku beberapa langkah dari titik dia berjalan tadi.
"ayo," sapanya. aku tersenyum dan mengangguk membalasnya untuk kemudian masuk ke dalam lift bersama. aku bersyukur sekali dan menarik nafas penuh kelegaan karena kita menuju lantai yang sama. aku memikirkan penyakitku yang tak bisa sembuh itu, klaustrofobia. sampai kapan aku harus mengalaminya. aku menunduk, berpegangan kuat ke dinding, dan mungkin saja otot-otot tanganku sudah banyak yang menonjol keluar, lalu aku merasa tanganku yang sebelah digenggam hangat oleh taka. aku kaget dan langsung menoleh. ekspresinya hanya menahan senyum, sambil mempererat genggamannya.
"ah, maaf," gumamku kepadanya.
"seharusnya kamu memang menungguku setiap hari. aku semakin kawatir jika kamu selalu datang lebih pagi seperti ini."
"aku sudah berusaha untuk berani. tapi.." kalimatku menggantung saja karena tanda sudah menunjukkan lantai tempat kerjaku. sehingga dengan segera kulepaskan tangannya. aku melangkah mendahuluinya menuju ruang kerja, meninggalkannya sebelum terjadi apa-apa dengan jantungnya jika berdekatan denganku lagi. aku mengakui memang dia menyukaiku dari awal kita bertemu, dan diapun sudah memberitahuku tentang perasaannya itu, namun hatiku masih belum mampu menerimanya. hanya karena aku masih belum bisa melupakan yonggi, masih belum bisa menerima orang lain sampai entah kapan. jadi aku merasa sangat perlu untuk menghindari kedekatanku dengan taka, agar dia bisa mengerti keadaanku.
aku memulai persiapan kerjaku, berharap bayangan video yang menyesaki timeline tidak terlalu mempengaruhiku.meski kenyataanya masih saja terlintas di benakku, bayangan ciuman yonggi itu.
sebenarnya hal mendasar yang paling mempengaruhiku, adalah kenyataan bahwa aku pernah tidur dengannya. semua yang sudah kita lalui. hingga berakhir pada kenyataan yang mengharuskan aku untuk meninggalkannya. tetapi segala perasaanku yang aku alami saat bersamanya tak juga mau meninggalkan pikiranku. berulang kali aku merapalkan mantra, bahwa dia hanya akting, dia hanya akting, dan seterusnya, namun masih saja rasa jealous tak urung membuat kepalaku pening. aku bahkan pernah berharap yonggi membayangkan aku saat melakukan adegan itu, dan dia berusaha bersikap seprofesional mungkin sehingga adegan itu hanya perlu dilakukan sekali saja. ah, ini hanya imajinasiku. aku tak mengerti kenyataannya bagaimana.
hari ini, sejak beberapa hari yang lalu hebohnya timeline, aku kembali ke kantor dengan tingkat kegalauan yang mencapai puncaknya. kantor masih sepi seperti biasa, saat aku meluncur pelan menuju spot parkir favoritku di basement. aku melangkah gontai menuju front office, sambil berfikir untuk melanjutkan pekerjaanku yang masih belum selesai sejak kemarin. aku masih berkutat dengan pikiranku, sambil berjalan menuju pintu lift, lalu aku tersadar bahwa hari masih terlalu pagi dan sepi, aku tidak berani masuk ke dalam lift sendirian untuk naik ke ruang kerjaku. aku berhenti tepat di depan pintu lift, tersadar, kemudian kulangkahkan kakiku ke samping pintu, berharap akan ada orang yang akan masuk ke dalam lift juga, agar aku tidak sendirian di dalam lift. kemudian dari jauh kulihat taka berjalan ke arahku. dia tersenyum, bahkan sejak melihatku beberapa langkah dari titik dia berjalan tadi.
"ayo," sapanya. aku tersenyum dan mengangguk membalasnya untuk kemudian masuk ke dalam lift bersama. aku bersyukur sekali dan menarik nafas penuh kelegaan karena kita menuju lantai yang sama. aku memikirkan penyakitku yang tak bisa sembuh itu, klaustrofobia. sampai kapan aku harus mengalaminya. aku menunduk, berpegangan kuat ke dinding, dan mungkin saja otot-otot tanganku sudah banyak yang menonjol keluar, lalu aku merasa tanganku yang sebelah digenggam hangat oleh taka. aku kaget dan langsung menoleh. ekspresinya hanya menahan senyum, sambil mempererat genggamannya.
"ah, maaf," gumamku kepadanya.
"seharusnya kamu memang menungguku setiap hari. aku semakin kawatir jika kamu selalu datang lebih pagi seperti ini."
"aku sudah berusaha untuk berani. tapi.." kalimatku menggantung saja karena tanda sudah menunjukkan lantai tempat kerjaku. sehingga dengan segera kulepaskan tangannya. aku melangkah mendahuluinya menuju ruang kerja, meninggalkannya sebelum terjadi apa-apa dengan jantungnya jika berdekatan denganku lagi. aku mengakui memang dia menyukaiku dari awal kita bertemu, dan diapun sudah memberitahuku tentang perasaannya itu, namun hatiku masih belum mampu menerimanya. hanya karena aku masih belum bisa melupakan yonggi, masih belum bisa menerima orang lain sampai entah kapan. jadi aku merasa sangat perlu untuk menghindari kedekatanku dengan taka, agar dia bisa mengerti keadaanku.
aku memulai persiapan kerjaku, berharap bayangan video yang menyesaki timeline tidak terlalu mempengaruhiku.meski kenyataanya masih saja terlintas di benakku, bayangan ciuman yonggi itu.
sebenarnya hal mendasar yang paling mempengaruhiku, adalah kenyataan bahwa aku pernah tidur dengannya. semua yang sudah kita lalui. hingga berakhir pada kenyataan yang mengharuskan aku untuk meninggalkannya. tetapi segala perasaanku yang aku alami saat bersamanya tak juga mau meninggalkan pikiranku. berulang kali aku merapalkan mantra, bahwa dia hanya akting, dia hanya akting, dan seterusnya, namun masih saja rasa jealous tak urung membuat kepalaku pening. aku bahkan pernah berharap yonggi membayangkan aku saat melakukan adegan itu, dan dia berusaha bersikap seprofesional mungkin sehingga adegan itu hanya perlu dilakukan sekali saja. ah, ini hanya imajinasiku. aku tak mengerti kenyataannya bagaimana.