Juni 17, 2019

september rain

aku membiarkan hujan membasahi tubuhku. berlari-lari kecil aku menuju sebuah kafe untuk berlindung. aku tak menduga akan turun hujan karena sedari pagi langit terlihat cerah. mendung datang begitu tiba-tiba dan tak memberiku kesempatan untuk persiapkan payung, jas hujan, dan yang paling akhir, adalah persiapkan hatiku untuk mengendalikan semua kenangan tentang hujan.
aku masuk ke kafe dengan baju yang agak basah di bahu, dan ujung celanaku. udara lembab di dalam, dan aku segera mencari tempat duduk kosong. kulihat di ujung masih tersisa meja yang kosong, lalu aku menuju ke sana. datang pelayan, memberi buku menu, dan aku menyebutkan pesananku, dia berlalu.
aku melihat ke luar jendela, hujan semakin deras turun. aku menyesali saat aku mencari tempat parkir tadi, agak jauh di seberang kafe ini, membuatku harus ekstra jauh berjalan kaki. aku belum memikirkan bagaimana aku akan kembali ke mobilku nanti. akupun tak tahu hingga berapa lama aku harus berteduh di kafe itu, sementara aku masih harus kembali ke tempat kerja. atau aku mencoba menelpon teman seruangan saja, namun aku tak tahu harus beralasan apa. karena tadi aku hanya pamit untuk makan. tapi akhirnya kutelpon taka, untuk meminta tolong melaporkan izinku, kukatakan aku agak pusing, dan butuh istirahat, sehingga aku tidak bisa kembali ke kantor.
aku mengambil nafas lega dengan satu urusan izin kantor tadi, dan hal selanjutnya melintasi pikiranku. hujan masih turun dengan begitu derasnya, mengaburkan suara lalu lintas, suara musik yang mengalun, dan hiruk pikuk di dalam kafe. aku melamun lagi. hingga kemudian telepon berdering, dari taka. aku merancang kalimat yang akan aku katakan sebelum aku menjawabnya. tak urung aku berpikir keras saat dia bertanya aku sedang berada dimana. aku ingin berbohong saja, namun aku merasa sungkan untuk mengkhianatinya karena dia sudah begitu baik menolongku dalam berbagai hal. hanya saja aku tak bisa membalas perasaannya. aku memang tidak ada hati kepadanya, dan aku malah mengetahui bahwa ada teman sekerja juga yang lebih menyukainya.
akhirnya kuberitahu dia bahwa aku masih makan, dan setelahnya aku berencana untuk istirahat di rumah. aku terlalu percaya diri bahwa dia pasti akan berlari menyusulku jika kuberitahukan bahwa aku berada di sebuah kafe. dan karena aku tak ingin terganggu, segera pula kusudahi percakapanku. aku kembali pada lamunanku. kembali aku ingin membawa perasaanku pada hujan, pada semua ingatanku tentang hujan, tentang september, dan segala ingatanku tentang kejadian indah yang kulalui di bulan september yang lalu. aku hanya ingin melamun saja, akhirnya kupejamkan mataku, kubiarkan minuman yang kupesan menjadi dingin perlahan, tanpa kusentuh. kusandarkan kepalaku. kuingat kembali saat aku pertama kalinya menemui yh setelah kejadian itu, setelah aku berpura-pura lupa dengan apa yang pernah kita lakukan, dia benar-benar marah karena aku dianggap sudah melupakannya. kupikir dia tidak menyukaiku, jadi untuk apa aku mengungkitnya, untuk apa aku merasa percaya diri seakan dia juga menyukaiku?
aku masih bekerja seperti biasanya, mencoba untuk bersikap profesional, untuk tidak terlalu hanyut dengan perasaanku saat harus bekerja berdua dengannya. bahkan saat membuat video klip salah satu lagunya, aku masih berusaha untuk berakting seprofesional mungkin, hanya demi motivasi mendasar satu-satunya bagiku, yaitu uang. bahkan, saat aku dibeli oleh anak direktur, dalam arti aku diberi uang banyak hanya untuk menghindar jauh, dan keluar dari pekerjaanku di lingkaran terdekat yh, aku sanggupi. aku melihat jumlah uangnya saja, tanpa melihat motivasi yang lain. tanpa membayangkan dampak akhir dari apapun yang aku lakukan saat itu. setelah aku selesai dengan kerjasama dalam pembuatan video klip itu, tanpa pamit secara personal pada yh, aku pergi. meninggalkan dia begitu saja. aku masih yakin dia tidak menyukaiku, dia lebih menyukai kim yuna, seorang aktris idolanya. karena itulah, aku tak merasa perlu untuk pamit secara pribadi dengannya. aku harus menyingkir, sesuai dengan keinginan anak direktur, sesuai dengan jumlah uang yang sudah aku terima, dan segala konsekuensinya. hanya saja, aku tak bisa diam-diam pergi tanpa memberi tahu jung, yang bagiku terasa mengganjal jika aku tidak memberitahunya penyebab aku melakukan semua ini. esoknya, dengan mata yang bengkak karena semalaman aku menangis, kutemui jung di asramanya.kuceritakan saja dengan gamblang keadaan yang menghimpitku, tentang anak direktur, tentang perasaanku pada yh, dan aku bisa pergi dengan lega. tak lupa aku berpesan agar tak perlu memberitahu yh tentang sikap anak direktur yang telah membeliku. aku hanya butuh uangnya, aku merasa jauh di rantau dan masih membutuhkan biaya untuk kelangsungan hidupku dalam mencari ayah kandungku, yang tak kutahu hingga seberapa lama hingga aku temukan dia. karenanya, tawaran itu bagiku mudah saja kuterima.
aku benar-benar tak memikirkan perasaan yh.aku tak perduli dengannya, ketika itu. hingga saat kudengar dalam sebuah wawancara di sebuah stasiun tv, yh mengatakan dia masih menyimpan perasaan suka dengan seseorang yang pernah dikenalnya, seseorang yang dulu pernah dekat dengannya, dan menghilang tiba-tiba.
aku tak merasa itu aku. aku tidak terlalu percaya diri, bahwa yang dimaksud yh adalah aku. kukira, dia pasti membicarakan ada perempuan lain yang disukainya. aku juga tak mendapatkan clue apapun jika memang yang dimaksud yh adalah aku. dia juga tidak secara spesifik mengungkapkan tentangku. aku menghibur diri dengan menganggap seolah-oleh perempuan yang dimaksud adalah aku. aku hanya mengira-ngira. aku hanya menduga hal yang tak berdasar.
aku merasa di pipiku mengalir sebulir air mata. selalu saja saat aku ingat dengan yh, air mataku tiba-tiba tak terasa mengalir begitu saja. tanpa isakan apapun, kubuka mataku. mencoba melihat sekeliling, mencoba kembali ke dunia nyata. kuhapus sisa air mata di pipiku. dan aku terkejut dengan pemandangan yang ada di depanku. kulihat taka duduk di depanku, tersenyum sambil memegangi cangkirnya.
"kamu melamunkan apa, sedih ya? sampai menangis seperti itu."
aku tak membalas apapun.
"gak ingin cerita padaku?"
aku tak bersuara. tapi aku mencoba tersenyum. mengalihkan kekagetanku karena tiba-tiba saja dia sudah berada di depanku. aku tak tahu pula sejak kapan dia berada di situ. akhirnya kucoba membuka suara, karena aku tak mau dia terus menerus mencercaku dengan penasarannya karena aku telah menangis di depannya,
"aku hanya melamun, sedih, karena aku ingat sesuatu." kubiarkan sisa kalimatku menggantung. aku tak ingin dia tahu bahwa seseorang yang sangat aku rindukan itu bukan dia.
"aku lihat kamu seperti kelelahan begitu. aku tak ingin mengganggu. maka itu kutunggui saja, agar tak ada yang mengganggumu." dia masih tersenyum.
dan lagu yang mengalun di dalam kafe adalah lagu yh, because i miss you.aku semakin susah untuk kembali ke dunia nyata. aku terbius suaranya lagi. aku melamun lagi. aku tak ingin bicara apapun, tak ingin mendengar apapun, selain suara yh, sebelum lagu itu berakhir, aku kembali pada lamunanku.