Oktober 14, 2020

late night call beserta dampaknya

 akhirnya kesempatanku untuk mandi tiba. setelah selesai menyapa vlive, bergegas aku mandi, agar bisa segera tidur juga. ak baru saja memakai jubah mandiku dan bermaksud keluar kamar mandi saat aku mendengar teleponku berdering. kulihat, nomor yang belum dikenal hp ku, dan aku masih bertanya-tanya kira-kira siapa. kuangkat telepon itu, kujawab sambil mengeringkan rambutku dengan handuk kecil. suara perempuan, menyapaku ramah dan hati-hati,

"hai, maaf ya mengganggu. maaf ya aku menelponmu. aku rosi"

langsung saja jantungku serasa loncat dari dadaku. aku tergagap menyambut salamnya,

"ooh, hhaai juga. aku kaget saja menerima telponmu. maaf ya"

"aku yang minta maaf telah menelponmu di jam larut seperti ini."

"kita tak bisa melakukan seperti orang di luaran sana. kita hanya punya waktu di saat seperti ini", jawabku sepertinya terkesan bijak. padahal itu hanya caraku untuk berusaha menahan deburan jantungku sambil berpikir untuk memperpanjang bicara dengannya.

"aku menelpon karena aku tadi juga sudah bergabung dalam vlive mu, dan ingin memastikan juga kalau kamu di hotel ini.siapa tahu besok kita bisa bertemu. besok perform di sini juga, kan?" 

aku mendengarkan suaranya dengan cermat, sambil menyeka rambutku. aku telah menjatuhkan handukku entah dimana tadi. dan aku menjawabnya dengan mengangguk, lalu ingat kalau sedang menelpon, akhirnya aku mengiyakannya. 

kudengar blam blam di pintu, lalu aku berjalan menghampiri pintu, kulihat jk masih bermaksud menggangguku lagi di kamarku. akhirnya aku menyahut setelah kubuka sedikit pintuku,

"maaf, mom's calling. see you tomorrow". blam. kututup pintuku dan kukunci. dengan gugup aku mencoba kembali pada rosi,

"maaf, ada pengganggu. ngg tadi apa?" dan kudengar rosi hanya tertawa kecil.

"jadi saat ibumu menelpon, tak akan ada yang berani mengganggu?", aku bahkan sepertinya bisa membayangkan senyum rosi saat mengatakan ini.

"yeah, kita diberi privasi untuk hal semacam ini. hey, bagaimana jika aku vcall?" tiba-tiba saja pikiran itu terlontar dari mulutku. sedetik kemudian aku menyesali, mengapa aku terlalu vulgar mengajaknya video call, tapi lalu aku tidak perduli jika dia tidak mau. dan ternyata jawabannya malah membuatku semakin terkejut,

"oke" dan sekarang aku bisa melihatnya sedang duduk di kasurnya, dengan jubah mandi putihnya, membuatku sesaat menahan nafas. ak tersenyum malu, membayangkan dia bisa mendengar debur jantungku saat ini.

"ngg...maaf ya, maaf. sepertinya, pakaianmu agak terlalu terbuka". deg, jantungku melompat lagi dari dadaku. aku tersenyum gugup, sebelah tanganku masih memegang hp, dan segera saja tangan satunya membetulkan letak krah baju mandi itu. 

"aku masih gugup" sahutku kembali.

"aku hanya tidak ingin otakku menggelinding jatuh dari kepala." aduh, jawaban rosi membuatku benar-benar harus menunduk menyembunyikan mukaku karena aku sangat malu. 

"besok, apa bisa kita ketemu?" aku tidak tahu dari mana kekuatan untuk mengatakan hal itu datang, tiba-tiba saja kalimat itu meluncur dari mulutku. aku tersenyum melihat dia juga tersenyum, aku mengangguk, dia juga mengangguk. aku melihat ke matanya, mencoba menyelidik isi dalam hatinya, mungkin aku terlihat membelalakkan mataku, membuat sebuah tawa kecil muncul di bibirnya.

"iya, aku bisa mengusahakan. besok hubungi lagi saat di backstage."

"setuju. sekarang istirahat saja"

pop. wajahnya menghilang setelah sebuah senyum good night. aku yakin, aku pasti menyeretnya ke dalam mimpiku nanti. aku masih tersenyum, kutarik selimutku.

esoknya:

tanganku menjadi berkeringat sesering detak jantungku. tidak biasanya aku gugup. sedari tadi aku berusaha untuk bersikap biasa saja, seakan-akan tidak terjadi apa-apa, namun tak urung aku benar-benar gugup. baru kali ini aku gugup bukan karena hendak perform, tapi hal lain. akhirnya aku mencoba mengirim pesan pada rosi agar kita bertemu setelah perform saja. agar lebih mudah bagiku untuk konsentrasi, demikian pula baginya. dia menyetujui.

pada member lain yang curiga dengan sikapku, aku berusaha meyakinkan bahwa ada sesuatu di rumah, kilahku berbohong. aku hanya segan menceritakan penyebab hilangnya konsentrasiku itu. 


akhirnya saat yang aku tunggu datang juga. meskipun rasanya seperti setahun menunggu. setelah selesai perform dan aku harus berganti kostum, otakku berputar secepat gasing, menentukan alasan, pergi keluar ruang make up, lalu mengirim pesan. aku lihat sepintas di hpku, ternyata malah rosi yang lebih dulu mengirimi aku pesan, menungguku di ruang make up di ujung lorong, dekat dengan toilet. aku setengah bersyukur saat mengambil baju ganti, dan melangkah menuju pintu. saat jk curiga dan berusaha membuntuti aku, aku masih sempat membelalakkan mataku, dan selorohku:

"kau ingin memotretku telanjang?kenapa harus mengikuti aku ke toilet?" dan aku juga tidak perduli jika hanya guyonan sepele saja sekarang membuat aku sensitif dan mendelik seperti itu. sekarang aku hanya ingin bertemu rosi, itu yang terkumpul di benakku. 

aku berjalan tergesa, melepas bajuku di lorong, sambil mengenakan baju ganti selagi melangkah melewati toilet, tak lupa menoleh ke belakang, aku juga mencurigai member lain yang akan membuntuti langkahku. hingga sampai di depan ruang yang dimaksud, aku mengetuk sekenanya pintunya, sambil membuka pintu, lalu melangkah masuk. 

jantungku masih berdetak melebihi saat aku work out ataupun perform. sambil berpikir mengapa hanya melihat senyum rosi, sudah bisa membuat tubuhku hangat dan wajahku mungkin saja sudah semerah kepiting rebus. aku kehilangan kata-kata yang sudah kususun sejak dari ruang make up tadi. aku kehilangan kalimat yang akan aku ucapkan. aku hanya mampu tersenyum, melihatnya juga tersenyum. kami akhirnya terdiam. aku mendekatinya. aku laki-laki, jadi aku harus lebih pandai menguasai keadaan. aku memang harus menghadapi rasa malu ini, semua rasa yang sudah susah payah aku tahan sejak semalam. akhirnya aku menuruti insting dasarku saja, karena otakku benar-benar telah kehilangan memori kalimat yang sudah aku susun sebelumnya. kudekati dia, dan kupeluk tubuhnya. itu saja bagiku daripada aku berpikir keras dan masih saja tidak menemukan kalimat yang kumaksud. kutunggu reaksinya. awalnya tubuhnya serasa menegang, mungkin kaget karena tiba-tiba saja aku memeluknya (kesimpulanku sendiri). lalu beberapa detik kemudian, diapun merangkulkan kedua tangannya ke leherku. sepertinya sudah tidak setegang saat awalnya tadi (kesimpulanku sendiri). kucium bibirnya. pelan saja, sambil lagi-lagi menunggu reaksinya. dan ternyata dia menerima ciumanku, kulanjutkan saja karena aku merasa dia membalas ciumanku itu artinya dia menyukainya, dia menghendaki untuk kulanjutkan (kesimpulanku sendiri). kami berciuman beberapa saat, hingga kemudian dia berhenti dan sedikit mendorong tubuhku. dia menunduk,

"maaf. aku tidak bisa menguasai diri. maaf"

"hey, mengapa harus minta maaf? jika berciuman itu sebuah kesalahan, harusnya aku kan, yang minta maaf? sudahlah. tidak perlu terlalu dipikirkan. kita toh sudah dewasa" aku sendiri juga terkejut dengan kata-kata yang keluar dari mulutku. 

"sebaiknya kita keluar sebelum ada orang yang curiga dan tiba-tiba mendobrak pintunya" ujarnya. aku memperhatikan ekspresinya, kuperhatikan matanya yang berkedip beberapa kali lebih sering karena gugup. aku tersenyum melihat matanya sedikit membulat menatapku. aku menyukainya.aku menyukai senyumnya. dan pandanganku beralih ke bibirnya, dan sekali lagi kukecup bibir itu. sebelum aku berlalu lebih dulu keluar ruangan.

aku menyusuri lorong sambil menahan senyum, berusaha menahan ekspresiku agar terlihat biasa saja seakan tidak terjadi apa-apa. padahal itu tadi benar-benar sesuatu yang bisa meledakkan kepalaku. aku tidak tahu berapa langkah yang aku ambil sehingga ruang make up terlewati. aku seperti tidak menapak di lantai sehingga tidak bisa melihat sekelilingku, sehingga ruang make up terlewati. aduh, andai ada member lain ada yang melihat, bisa habis mukaku dihajar 6 orang.

aku gugup saat masuk ruangan, memperhatikan sekeliling. aku seperti terhempas ke kenyataan keseharianku lagi. kutepuk pipiku, meyakinkan diri bahwa yang aku alami tadi bukanlah mimpi.

"hyung, tadi toiletnya di luar gedung ya?atau kau pilih toilet di lantai dasar?", bahkan pertanyaan sepele seperti itu, membutuhkan beberapa detik bagiku untuk mencerna dan menjawabnya,

"di gedung seberang", jawabku ketus. semoga mereka tidak curiga (kesimpulanku sendiri).