November 11, 2020

kucing jadian

 mom mengetuk pintu kamar, mengatakan ada teman menjengukku. ak terduduk dari rebahanku, berusaha tampil sehat dan kuat. (pasca operasi tulang pundakku, aku tidak boleh banyak membuat gerakan ekstrim, jadi aku ekstra hati-hati, seakan lem tulang itu belum benar-benar kering dan siap kapan saja retak dengan satu hentakan keras). aku masih memikirkan kira-kira siapa teman yang bertandang ke kamarku, karena jika member lain yang mengunjungiku, tak perlu pakai permisi pasti sudah mendobrak pintu kamar, jika bang pidi yang datang, mom tak mungkin menyebut temanku, karena mom sudah tahu siapa bang pidi. 

pintu kamar terbuka, aku terkejut. kulihat senyum manis sunni tertuju ke arahku. jantungku seperti melompat dari dadaku. 

"hai. sudah baikan?"

"aku tidak sakit kok, aku hanya perlu memastikan lem tulangku tidak retak", kalimatku yang baru saja terlontar tak kusangka membuat dia tersenyum semakin lebar.

"kau bisa saja bercandanya" dia menarik kursi dari meja di sebelahku, meletakkan seikat bunga di atas meja, lalu duduk menghadapku, yang juga duduk di pinggir ranjang sekarang. aku harus menahan untuk tidak terlalu salah tingkah, dan berusaha sangat keras untuk bersikap biasa saja. tapi sepertinya tidak terlalu berhasil. aku masih gugup.

"aku tak tahu harus bilang apa" kutatap wajahnya yang sepertinya sedang bahagia. dia tersenyum.

"aku ingin memastikan kau tak apa-apa. aku kuatir juga sejak beberapa hari yang lalu."

"i'm okay"

"iya aku tahu. lega rasanya setelah bertemu" 

aku tak terlalu ingat dengan pasti apa reaksiku atas kalimatnya itu, tapi satu hal yang paling pasti reaksiku adalah membelalakkan mataku yang sudah sipit ini. mungkin juga aku melongo, sejenak lupa untuk menutup mulutku. tapi bisa juga aku cuma tersenyum. dan hal itu malah membuat sunni tampak lebih bahagia, terbukti dia melebarkan senyumnya, dan hal yang tak aku sangka justru terjadi. dia menggenggam tanganku. seperti dialiri arus listrik, dari hangat dan halus tangannya, mengalirkan gelombang ke dadaku, lalu ke wajahku yang terasa menghangat, sepertinya juga memerah seperti kepiting rebus. lalu kami berdua terdiam sejenak, hanya saling pandang, tetapi sepertinya tak ada rencana sunni untuk melepaskan genggaman tangannya. dunia seperti berhenti, hanya tarikan dan hembusan nafas kami yang hidup. aku masih menatap matanya, senyumnya. hingga tiba-tiba ada hal yang membuat semua itu berakhir, notifikasi handphone yang berbunyi seperti petasan renteng, saking banyaknya. seperti pesan spam. 

"sepertinya handphonemu butuh perhatian" ujar sunni sambil tak berhenti tersenyum kepadaku. aku dengan agak gugup mengambil hp dan kubuka pesan spam dari para member yang menanyakan apakah benar sunni sedang mengunjungiku, ada yang minta difotokan, ada yang menanyakan hal-hal remeh, dan mereka memang selalu begitu jika aku sedang berurusan dengan sunni. kok mereka tahu, aku tak terlalu berpikir panjang, mungkin saja mom memberitahu mereka, karena mom juga tahu mereka semua menyukai sunni.

"pesan penting?atau spam saja?" tanya sunni. kujawab dengan anggukan. kupikir sunni bisa mengerti, aku mengangguk itu tanda iya, untuk semua pertanyaannya. namun sunni mengartikan lain, baginya, anggukan kepalaku selagi aku scrolling itu artinya membolehkan dia duduk di sebelahku dan mengintip pesanku. aku menjadi semakin gugup, dan salah tingkah. dia duduk dekat di sebelahku, bau harum tubuhnya bisa kucium dan merasuk ke otakku, seperti menghipnotis aku. aku tak tahu apa aku bisa selamat dari godaan untuk mencium harum tubuhnya lagi jika suatu saat nanti aku bertemu dengannya lagi. 

"ayo kita foto" ujarku. 

"aku saja yang fotoin, tanganmu yang sebelah jangan terlalu banyak digerakkan." aku lupa, dia tadi dengan hati-hati duduk di sebelahku di bagian tubuhku yang tidak sakit. kami berfoto beberapa kali, dan membuat jantungku semakin tak beraturan, karena tubuhnya begitu dekat denganku. aku akhirnya pasrah saja dengannya, karena aku semakin tak bisa menguasai diriku lagi. aku membiarkan saja diriku larut dalam semua yang dilakukannya, dia masih menggenggam tanganku, lalu mengambil foto selfi dengan berbagai ekspresi, membiarkannya lebih dekat lagi padaku, membuatku semakin tak mampu melupakan bau tubuhnya. 

"sudah ah, biar aku kirim semua foto tadi. aku yakin mereka akan senang. aku juga senang bisa melayani fanboy dengan baik." dia membalas pesan di grupku. awalnya aku tidak terlalu perduli dia akan menulis apa, hingga saat kusadari, itu kan aku yang berada di grup member, mereka pasti bertanya-tanya dan pasti mengira itu bukan bahasa yang biasa aku gunakan, akhirnya kucoba merebut kembali hpku. namun sepertinya sunni menolaknya.

"sebentar, masih belum selesai kukirim foto yang tadi"

"jangan ngeles, itu bukan hanya foto yang kamu kirim. kamu ngomong apa saja di grup?"

"iya, sebentar. ini ada 6 fanboy di sini, mereka ingin tahu beberapa hal tentangku. ah, seperti sedang fanmeeting"

"mereka bukan fanboy. mereka temanku." aku menyahut agak kesal. aku tidak mau member dikatakan sebagai fanboy. aku merasa posisi kita setara, jika hanya disebut fanboy, aku merasa agak diremehkan.

"kamu bukan fanboy. kamu temanku", ujarnya sambil masih membalas chat. dia juga tidak menatapku saat mengatakan hal itu. aku kesal dibuatnya.

"mereka semua temanku, jadi aku tidak mau kamu menyebut mereka fanboy. aku keberatan dengan sebutanmu itu." Tak kusangka kalimatku ini membuatnya mendongakkan kepala dan menatapku.

"lantas, mengapa kamu merasa begitu? apanya yang salah?" dia menatapku, tapi aku tak bisa menjawabnya juga. aku terdiam, berpikir akan menjawab apa.

"jadi, jika kamu keberatan aku menyebut fanboy bagi yang lain, dan kamu maunya aku menyebut mereka temanku, baik. sekarang, bagiku mereka semua adalah temanku. puas?"

"dan kamu bukan temanku. kamu itu lebih di atas teman. aku tidak mau berteman denganmu", lanjutnya. kalimatnya terasa tajam bagiku. mengapa dia sampai berkata seperti itu. aku bertanya-tanya juga kira-kira apa aku sudah berbuat kesalahan padanya. belum kutemukan jawabnya, dia kembali tersenyum,

"aku menyukaimu, jadi aku tidak mau kalau hanya menjadi temanmu. aku harus setingkat lebih tinggi daripada teman." dia menatapku serius. aku malah tidak menyangka akan menjadi seperti ini. aku seperti menemukan keping pasel yang selama ini kucari, dan tanpa kusadari hal ini membuatku tersenyum padanya.

"aku juga menyukaimu, sejak lama." akhirnya terlontar juga perasaanku padanya. aku juga terkejut dengan kemampuanku mengakui perasaanku kepadanya.

"jadi, sekarang kita jadian? ah, senangnya." dia kembali tersenyum. senyum yang sangat aku suka. dan matanya yang berbinar menatapku, aku tak mampu melawan pesonanya.

"tunggu, aku harus memberitahukan kepada teman-temanku juga." dia kembali dengan hpku. dia kembali pada grup chatku, mengetik dan mengetik. aku hanya terdiam menatapnya. aku tak mampu mencegahnya, toh jika aku mencegahnya, tak urung dia akan memaksaku untuk membuat pengumuman di grup. jadi bagiku, sekalian saja kubebaskan dia menulis di teman-temannya itu. atau aku hanya sibuk dengan hatiku yang sedang bahagia, entahlah. aku hanya merasa membiarkan dia berbuat sesuatu yang membuatnya bahagia, melihatnya senang, sudah mampu membuatku bahagia juga.