April 04, 2013

Di Tepi Angin

Baru aku tahu kini, rasanya seperti inikah sebuah sepi, sebauh dingin. Kucoba menghalau rasa itu, dingi yang tambah menyesakkan dada, dan aku semakin tersadar, seperti inilah perasaan ditinggalkan. Sepi, sendiri.

Aku sadar, ternyata aku mulai bisa mendefinisikan sebuah kehangatan. Entah karena sekarang aku sedang merindukan kehangatan itu, ataukah memang aku telah lama tahu tapi tak mau tahu.

Ternyata kehangatan itu adalah saat mata kita bertatapan. Adalah saat tanganmu menggenggam erat tanganku. Adalah saat kau mengusap bulir air mata di pipiku. Kehangatan adalah saat kau katakan kau selalu ada untukku. Kau selalu menungguku.

Dan bahkan saat kau jauh namun masih saja merindukan suaraku. Sekali saja tak dapat kau hubungi aku, sudah terbayang di benakku seperti apa kekuatiranmu.

Ah, andai angin saat ini bisa membisikkan padamu tentang kerinduanku, tentang kesepianku, tentang dingin dan rasaku,
tak perlulah aku meresahkan lagi kehangatan yang aku cari kini.

Seperti inikah cinta itu? Jika kau tak ada, dan tak dapat aku raih, rasanya seperti aku menunggu keajaiban bintang jatuh untuk menyampaikan pesan-pesan rindu.

Hanya tanganku yang mampu menuliskan perasaanku, sedang mulutku terkunci, tak mampu ucap satu katapun. Air mataku tak mampu bergulir hanya untuk melepaskan hasratku. Dan kemanakah desir angin itu pergi? Akankah membawa suara kerinduanku sampai padamu?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar