Desember 21, 2015

should i say i love you?

Aku menyusuri rak buku seperti biasanya, di bagian buku sastra, yang aku suka. Aku tak pernah merasa lelah sungguhpun harus satu per satu membalik buku, mencari judul yang membuatku tertarik untuk membawanya pulang. Aku perlahan beringsut, dari rak paling bawah, lalu rak di atasnya, hingga rak teratas. Aku masih konsentrasi penuh, membalik satu per satu buku, saat tanganku bersinggungan dengan tangan orang lain. Aku terkejut, menoleh, dan kulihat dia tersenyum sebelum berlalu. Aku tak terlalu perduli. Aku sudah sering melihatnya saat aku berada di perpustakaan ini, karena dia adalah salah satu petugasnya. Dan kedatanganku selalu bertepatan dengan jadwal piketnya, membuatku harus selalu berurusan dengannya.
Aku kembali bertatapan mata dengannya, dari balik rak. Kami terpisah oleh deretan buku, tetapi tatapan kami seperti terkunci. Aku tak menyadari sejak kapan dia berdiri di situ dan menatapku. Aku menarik sudut mulutku untuk kembali tersenyum.
"Aku akan menelponmu, after work. Tidak apa-apa kan?", dia berujar seakan kita adalah kawan lama. Aku tahu dia sudah lama mengetahui nomorku, karena aku sering terlambat mengembalikan buku. Dan dia menghubungiku hanya karena hal itu. Aku tak pernah membayangkan hal lain. Tidak seperti sekarang ini, aku mendapati diriku mengangguk, menatapnya tersenyum kepadaku sebelum berlalu.
"Enggg, maaf, apa bisa mencarikan aku referensi sejarah Islam fundamental? Di bagian mana ya?" aku mencoba menahan langkahnya.
"Sebentar, aku tunjukkan." Lalu aku mengikutinya ke rak yang dia maksud. Agak jauh, mengingat perpustakaan ini memang sangat besar. Aku hanya memandangi punggungnya, berjalan dengan mencoba selalu menyamakan langkahku dengannya, berbelok dari satu rak, menyusuri rak yang lain, kemudian berjalan lagi. Hingga tiba-tiba saja dia berhenti. Aku menabrak punggungnya, ya sudah pasti aku menabraknya karena dia menghentikan langkah sementara kakiku tetap melangkah. Tiba-tiba saja jantungku berdegup kencang. Aku berdua dengannya di antara rak buku seperti ini, benar-benar romantis bagiku. Selama ini aku hanya membayangkan adegan ini akan terjadi padaku. Tapi ketika benar-benar aku berada berdua dengannya di sini, di tempat favoritku, aku justru salah tingkah.
Hal lain yang juga tidak aku duga adalah tiba-tiba saja dia berbalik menghadapku, menarik tanganku hingga aku terjerembab dalam pelukannya.
"Aku sudah lama menginginkanmu. Aku menyukaimu dengan segala tentangmu. Maukah kau jadi kekasihku?", dia membisikkan kalimat sakti itu di telingaku, bisa kurasakan pelukannya menjadi lebih erat sekarang, padahal aku belum menjawabnya apa-apa. Aku berusaha meronta, namun dia lebih kuat merengkuhku. Aku mencium wangi tubuhnya, membuatku semakin menyukainya. Aku belum mampu untuk menjawabnya, masih begitu terpesona dengan tubuhnya, ketika dia mulai mengecup bibirku. Kami berciuman beberapa waktu, hingga dia melepaskan aku, membiarkan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar