November 19, 2013

berbalas email



Subject: jangan marah dulu!
Aku mendapatkan alamatmu dari membongkar lemari arsip ditambah membayar petugas untuk mencarikan, dengan banyak paksaan di sana-sini. Hehe..yang belakangan aku bergurau kok.
Sebenarnya aku memaksa beberapa orang untuk memberikan alamat ini padaku, dengan harga mahal. Maksudku mereka rata-rata tak mau uang, tapi banyak hal lain yang harus aku lakukan. Tapi tak apalah. Demi kamu, segalanya, apapun, pasti akan aku lakukan.
Aku sudah mengakui dari awal bahwa aku memang serius menyukaimu, dan bahkan semakin hari, aku semakin jatuh cinta padamu. Jangan salahkan aku jika kau mulai menjadi bagian dari setiap tarikan nafasku. Karena aku hanya ingin hidup bersamamu.
Aku cukup tahu bahwa kamu tak akan pernah mengatakan kata-kataku tadi bentuk lebay atau apapun untuk menarik perhatianmu. Aku tahu kamu pasti hanya bereaksi dengan diam. Aku tahu kamu hanya mengatakan hatimu lewat matamu. Itu yang mampu aku baca darimu.
Sebenarnya aku sangat bahagia saat ini, juga resah, gelisah menanti jawabanmu. Kira-kira apa kamu akan marah atau malah melakukan hal yang aku benci, yaitu menghindari aku. Aku akhir-akhir ini sering melamun, membayangkan kamu, tapi pasti karena terpengaruh oleh bacaanku. Bagaimana aku tak teringat padamu, karena bacaanku selama ini hanyalah kisah cinta yang mendayu-dayu, yang semakin membuatku tak pernah berhenti memikirkanmu. Itu kulakukan karena aku tak mampu lagi membaca bahan yang lebih berat. Tugas-tugasku akhirnya menjadi beban yang tak kunjung berakhir. Aku semakin membenci hari-hari dimana aku harus bersikap wajar, selayaknya tak ada peristiwa apa-apa, tetapi hatiku hanya mampu untuk diam, melamun, dan mataku lebih menyukai untuk tertutup dan membayangkanmu. Katakan saja aku aneh, tapi bukankah seperti apapun keanehan orang yang sedang jatuh cinta tetap saja hal yang manusiawi.
Bagaimana denganmu? Aku sebenarnya tak berani mengatakan ataupun menanyakan tentang perasaanmu, karena aku takut kau akan salah mengartikanku.
Aku hanya ingin balasan perasaanmu. Aku masih menunggu. Segala yang tak terkatakan darimu, sangat menyiksaku.








Subject: balasan
Kau selalu mengira diamku berarti marah, dan diamku selalu menjadi top-reaction. Sebenarnya tidak. Aku mulai merasa kau akan tahu, dan sudah pasti kau sudah menduga reaksiku, bahwa aku pasti terdiam dengan seluruh ungkapan perasaanmu. Kau bisa mengerti aku jauh melebihi orang yang kau sebut teman, teman dekat, atau sahabat. Aku tak berani mengatakan kalau aku sebenarnya tidak mengerti harus bersikap seperti apa yang kau harapkan dariku. Aku pun ingin membuatmu nyaman dan senang berada di dekatku. Terlepas apakah aku sanggup mengatakan perasaanku atau tidak. Sejujurnya akupun merasa senang berada di dekatmu, tetapi aku masih belum yakin dengan perasaanku bahwa sebenarnya kamu masih mengharapkan sesuatu yang lebih dariku. Bukannya aku lama-lama akan merasa muak, jauh dari hal itu, tapi semakin lama aku semakin hafal dan terbiasa dengan segala bentuk perhatianmu itu. Kau boleh tersenyum sekarang-aku kadang merindukan saat-saat semacam itu saat kau jauh.aku pasti akan melantur jika sudah berada di depan layar semacam ini dengan banyak kata berlompatan di kepalaku. Sebaiknya aku hentikan saja. Aku akan menemuimu jika ada kesempatan, agar kita bisa lebih banyak bercerita.







Subject: aku sangat senang
Jika kau mulai merasa merindukan aku, katakan saja, aku pasti akan berlari menemuimu. Benar loh. Aku tidak bergurau. Aku pasti akan menemuimu, agar kau tak lagi gelisah menungguku. Ah, aku bicara seolah kau sudah benar-benar sudah menjadi milikku. Aku menunggu saat itu, saat kau sudah tak ragu lagi  menjadi milikku. Aku menunggu.






Subject: aku suka berbalas email
Aku mungkin lebih mudah mengungkapkan isi kepalaku jika berada dalam dunia semacam ini. Dan bukan sedang berada di hadapanmu, yang seringya selalu meruntuhkan pertahananku, setebal apapun.





Subject: aku ingin bertemu
Karena aku sangat merindukanmu.







Subject: hahahaaa…..
Tidak terlalu sulit membayangkan reaksimu semacam itu.







Subject: aku semakin merindukanmu
Mengapa pula kemarin kita tak bisa bertemu dalam satu-satunya kesempatan yang aku miliki. Kini aku mulai menyesali sedetik yang telah terlewati itu dengan selalu mengutuknya menjadi beku. Eh, bukannya jika sedetik kemarin itu membeku, hari ini tak akan berlangsung? Aku tahu kamu pasti mulai senyum-senyum karena aku mulai menarikan jari-jariku untuk mewakili isi kepalaku. Karena aku benar-benar marah dengan kemarin yang tak bisa menemuimu. Bahkan mungkin tarian jariku masih terselubungi emosi. Aku jadi menjadi sepertimu, lebih banyak berkata-kata dalam tulisan, seolah menelepon saja tak cukup. Karena jika aku menulis, kamu pasti jauh lebih mampu memahamiku. Aku tahu itu. Dan semata-mata aku lakukan hanya demi kamu. Tapi memang aku sedang punya beberapa hal yang ingin aku sampaikan padamu. Aku mau beritahu kamu tentang jadwalku untuk minggu depan.  Lalu aku mau memberitahumu tentang kondisi di sini, aku akan menyertakan foto-fotoku. Atau kau ingin foto yang lain juga? Aku tak mau, maaf. Aku ingin kau resensikan beberapa buku. Aku sudah membelinya, dan kukirim ke alamatmu. Tunggu saja barangnya pasti datang. Tolong kau buatkan resensinya, dan aku ingin tahu juga pendapatmu pada masing-masing buku itu. Aku bermaksud membacanya nanti jika aku sudah kembali. Jangan menolak, please. Aku semakin mencintaimu.








Subject: resensi masih dalam proses
Kau ini, maunya menulis hanya karena butuh tenagaku untuk resensi, dan karena sedang order buku. Bukunya sudah sampai di tanganku. Aku ingin bertanya padamu, mengapa kamu belanja begitu banyak. Bagiku semuanya menarik, hanya ada satu yang aku merasa itu bukan gayamu, jika membaca buku semacam itu. Tumben kamu berselera dengan buku psikologi. Mungkin buku yang itu tidak bisa aku resensi. Otakku tak bisa mencerna buku semacam itu. Jadi maaf ya. Yang lain pasti aku kerjakan. Dan karena kemarin aku tak kau beri deadline, jadi aku kerjakan sebisaku dengan tenggat waktu yang aku tentukan sendiri. Di sela-sela tugas rutinku. Kamu jangan marah dulu. Aku usahakan selesai saat kau kembali. Entah kapan kita bisa bertemu lagi.







Subject: aku semakin mencintaimu
Terima kasih atas kiriman resensimu yang kemarin. Aku heran mengapa kamu harus berkomentar demikian, padahal biasanya dengan buku semacam itu kamu bisa lebih kreatif. Atau kamu sedang banyak pikiran? Sedang pms? Aku tidak menilai resensimu, aku cukup menghargai usahamu, karena aku sudah lama mengenalmu, jadi aku bisa tahu apa yang berada di benakmu saat menulis itu. Itu sudah sangat membantuku. Kamu ingin aku belikan apa jika aku pulang nanti? Aku harusnya sudah tahu jawabanmu, tapi setidaknya aku ulangi pertanyaan itu, karena siapa tahu kamu berubah pikiran dan memiliki jawaban lain yang di luar perkiraanku. Aku sayang kamu






Subject: aku memang sedang pms
Maaf jika resensi yang kubuat tak sesuai dengan harapanmu. Aku memang sedang
banyak tugas, pms yang kuderita juga kurasa menambah berat bebanku. Aku lebih menyukai tiduran, dan mungkin akan lebih mudah jika aku stay di rumah sakit saja, tapi aku tak bisa meninggalkan tugasku. Ada ujian. Jika aku stay di rumah sakit, mungkin aku bisa lebih berkonsentrasi mengerjakan. Tapi setidaknya meskipun tidak maksimal, aku masih bisa mengerjakan tugas yang kau berikan. Aku tak sabar ingin dengar pendapatmu mengenai resensi yang akan kukirim ini.






Subject: tak ada kata lain yang bisa mewakili
Yang berikut sudah lebih bagus. Eh, sebenarnya sejak kapan ya aku menjadi penilai resensimu? Dan mengapa pula kita berkirim email hanya untuk membahas resensi buku? Kapan kita membahas tentang kita? Aku merindukanmu.







Subject: entahlah
Aku tak punya banyak kata-kata untuk melukiskan hubungan yang terjadi antara kita. Sebuah relationship semacam apa yang aku bangun denganmu ini. Aku sendiri tak yakin dengan perasaanku. Jadi maafkan aku jika aku belum bisa menulis tentang kita.













Tidak ada komentar:

Posting Komentar