November 20, 2016

kau takkan terganti

aku mendesah perlahan, memutar mobilku di tikungan menuju kantor. masih sepi. selalu berharap aku masih awal memasuki tempat parkir, masih banyak tempat kosong yang bisa aku pilih, sudut favoritku yang pasti menyenangkan bagiku, dan yang penting, tidak ada yang tahu aku ke kantor membawa mobil-karyawan magang masih dilarang membawa mobil ke kantor.
ah, sudut itu masih kosong, aku meluncur menujunya. ada mobil sport silver berhenti tepat di sebelah aku memarkir mobilku. aku mengatur nafas dan sedikit terkejut memikirkan bagaimana aku harus keluar dari mobil. aku membereskan tas dan bawaanku ketika aku mendengar ketukan pelan di jendela. aku menoleh, dan jantungku seperti mau lepas. mataku mengerjap panik saat kulihat Taka tersenyum melambaikan tangannya ke arahku.
"a a aku mau segera masuk ke ruangan. aku duluan"
"tunggu, ada yang ingin aku bicarakan denganmu."
aku segera keluar dari mobil, menghindarinya, dan berusaha mendahuluinya, namun Taka sudah terlebih dulu menahan pergelanganku agar aku berhenti. dengan sangat gugup, tak kuasa menahan panik, dan jantungku yang berpacu karena aku benar-benar ingin segera berlari menjauhinya, aku berdiri menghadapinya. dia mengajakku untuk berjalan berdua menuju ruang kerja.
"kita bisa bicara sambil berjalan. mau kubantu membawakan tasmu?", Taka dengan sangat manis menawariku bantuan. aku menggeleng pasrah.
"aku juga ingin memberitahumu sesuatu, tapi hanya belum sempat saja.", aku mencoba bersikap biasa, mencoba menutupi kepanikanku.
"atau kau ingin kita makan siang di luar saja, agar lebih leluasa bicara?", aku merasa Taka agak berhati-hati dengan hal yang diucapkannya.
"ya, aku usahakan bisa makan siang denganmu.", aku berjanji padanya. aku hanya ingin menjelaskan mengenai ayahku, mengenai statusku, tak lebih. itu yang aku pikirkan untuk kuberitahukan padanya.
setengah hari selanjutnya aku masih meresahkan kalimat yang akan aku ucapkan kepada Taka. aku selalu berusaha menghindarinya, merasa benar-benar tak enak hati karena aku sudah menolak perasaannya. saat ini aku merasa seperti pencuri yang ketahuan. maka itulah aku resah memikirkan kejujuranku yang harus segera kuakui.
saat makan siang di luar kantor.
"kau cerita duluan." dengan sopan Taka mempersilakan aku. aku menggeleng."Kau saja."
"aku sebenarnya ingin minta maaf padamu. aku tahu kamu menghindari aku karena tak enak hati dengan penolakanmu. please, jangan bersikap begitu. aku masih ingin menjadi temanmu." Taka begitu lancar mengucapkan kalimat demi kalimat sambil sesekali mengaduk isi gelasnya.
sedang aku begitu resah memikirkan kata-kata agar tidak membuatnya tersinggung.
"mmm harus kumulai dari mana ya? mengenai ayahku, aku sudah bertemu dengannya. aku hanya memakai fasilitas yang diberikan kepadaku. maaf jika aku baru memberitahumu sekarang. aku hanya tidak ingin kamu salah sangka kepadaku."
"aku tidak masalah dengan hal itu. aku tahu kamu pasti bahagia sekarang. terlihat dari sikapmu kok. aku tahu." tanpa terasa kalimatnya membuatku tertunduk dan malu. mungkin aku sedikit tersipu.
aku melamun, teringat Yonggi. seperti apa kabarnya. apa mungkin dia akan merasa senang jika bertemu denganku lagi, saat keadaanku sudah berubah.
"kau melamun lagi" suara Taka membuyarkan ingatanku tentang Yonggi. aku menunduk. memang aku sedang melamun.
"tolong pegang rahasia ini, Taka. aku tak mau membuat heboh kantor. mengertilah."
"ya. aku janji. kita memang sama-sama memiliki rahasia. aku hanya berharap kau mau berbagi tak hanya rahasiamu denganku." kalimatnya yang terakhir begitu lirih hampir tak kudengar. tapi aku mendengar, dan dalam hati aku mengingkarinya.
aku masih belum bisa mengganti seseorang yang menghuni hatiku. setidaknya untuk saat ini, aku masih menyimpan Yonggi di dalam hatiku. aku masih berharap dia akan kembali padaku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar