Februari 19, 2013

pada sebuah rabu

pada rabu ini, aku melihat sesuatu yang lain. aku melihat sebuah kesibukan lain, yang membuatku jadi berpikir, bukankah sebaiknya energi itu sebaiknya dibuang dengan cara demikian.

pada rabu ini, aku mulai menyadari sesuatu. adalah bahwa pada diam kita pun, bisa saja disalahartikan. bahwa pada setiap jengkal ekspresi yang kita pertontonkan atau tidak kita pertontonkanpun, sudah sangat mungkin disalahtafsirkan. ah, aku baru saja diberitahu sebuah pendapat tentang bagaimana sesungguhnya orang lain itu bisa memandangku dengan berbagai tatapannya, yang entah aku suka atau tidak.

pada rabu ini, harusnya aku senang karena aku mendapatkan sesuatu yang menyenangkan, yang mencerahkan, dan yang membukakan sebuah pandangan baru. tentang pendidikan dan masa depan yang panjang tentang anak-anak, bahwa serumit apapun kenyataan yang harus kita hadapi, jika kita lalai, maka tak akan berarti lagi semua yang telah kita jalani jika kita tidak melakukan sebuah kebenaran.

pada rabu ini, aku melihat ada sisi lain yang bisa aku nilai positif, hanya karena hal sepele, yaitu hadirnya alat baru. meja pingpong. apa menurutmu pentingnya sebuah meja pingpong, di saat terjadi kekacauan dalam revolusi ini? bagiku memiliki arti.

itu sebuah keajaiban yang terjadi di sini. sebuah keajaiban yang bisa mengubah desah resah menjadi hentak teriak lantang, tapi penuh keringat dan melupakan sejenak caci di hati. benar tidak? bagiku itu sebuah keajaiban yang bisa mengubah duduk-duduk bergosip menjadi luapan teriakan penuh kepuasan karena memukul bola.

ada tanganku/ sekali jemu terkulai//

menari saja kau jari, tulis karena kertas gersang, tenggorokan kering, sedikit mau basah.

segala yang tampak absurd bagiku, kini mulai terlihat nyata, dan meski nyata, apalah artinya untuk aku nyatakan dengan sungguh-sungguh dan penuh perasaan. aku sudah membuntukan perasaan dan kepekaanku, hanya untuk mengalihkan perhatianku pada hal di luarku yang tidak aku sukai, dan tidak menyenangkan hatiku. kubangun benteng untuk menyembunyikan perasaanku, kegalauanku, dan semua pendapatku tentang kenyataan di sekitarku yang tambah mencekik. apalah aku, meski tahu mana yang benar dan mana yang salah, tetap saja bagi semuanya tak ada artinya. sebaiknya aku tetap diam. mungkin akan lebih baik begitu.

karena kau tak kan apa-apa
aku terpanggang tinggal rangka




Tidak ada komentar:

Posting Komentar