Aku
mencari-cari di seluruh taman hotel, seperti orang bodoh, berkeliling, berusaha
menanyai beberapa orang yang aku temui. Hingga akhirnya aku melihatnya duduk
sendiri di sebuah ayunan. Di tangannya ada sebuah buku yang tertutup, dan
kepalanya tertunduk lesu, mungkin memandangi kakinya yang terayun. Kulihat
sesekali dia menyeka matanya, seolah airmata itu tak bisa berhenti. Perlahan
kudekati dia, masih tak menyadari kehadiranku, dia masih menundukkan kepalanya.
Aku berhenti di depannya, berjongkok agar sejajar dengan pandangnya. Kulihat
matanya yang sembab, raut mukanya yang kuyu, dan kosong tanpa ekspresi. Aku
merasa begitu bersalah, mengetahui semua itu adalah karenaku. Aku telah lama
merasakan perhatiannya, dia juga pernah terus terang menyatakan perasaanya,
yang kubalas dengan diam. Aku tahu mungkin hal itu pula yang menyebabkan
perubahan yang kini aku lihat. Butuh waktu agak lama bagiku untuk menyadari
bahwa benang-benang itu memang mengikatku pula. Aku mulai merindukannya saat
dia tak ada.
“Kau
menghindariku ya?”
Perlahan
diangkatnya kepalanya, menatapku. Dengan tatapan yang masih nanar, kurasakan
getaran kesedihan yang begitu besar menghimpit perasaannya. Aku turut dalam
rasa sedih itu, membuatku semakin merasa bersalah.
“Aku
mencarimu.”
“Ada apa?”, balasnya
masih dengan pandangan kosong, seolah tak menyadari kehadiranku.
“Jika
aku katakan aku juga mencintaimu, apa kau akan terus bersikap seperti ini?”
“……..”
“Aku
merindukanmu”, akhirnya kata-kataku meluncur begitu saja, karena melihat
semakin lama dia semakin menderita, dan itu semua karena aku. Aku ingin
melakukan apa saja hanya demi melihat dia bahagia. Aku tak mau dia terluka lagi
karenaku.
Dia
masih belum menanggapi aku. Kugenggam tangannya. Kucoba untuk menatapnya, meski
aku harus mendongakkan dagunya untuk bisa langsung melihat ke matanya. Kulihat
tatapan sedih itu, matanya berkaca-kaca, dan aku semakin tak tahan untuk tidak
memeluknya. Kupeluk dia agar dia bisa terlindungi, dan aku ingin dia menumpahkan
perasaannya lebih dekat padaku. Dia menangis tersedu di dadaku. Masih kupeluk
dia, kubelai rambutnya,
“Aku
tak mau jauh darimu. Jadi jangan menghilang lagi karena aku tak bisa sendiri,
tanpamu.”
Setelah
beberapa waktu, kurasa dia sudah mulai tenang. Kurenggangkan pelukanku, kutatap
kembali matanya,
“Aku
mencintaimu.”
“Ya,
aku tahu”, jawabnya singkat. Dan sebelum dia menundukkan kepalanya lagi kukecup
bibirnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar