November 19, 2013

DARI SUDUT PANDANG L



Aku mencari-cari di seluruh taman hotel, seperti orang bodoh, berkeliling, berusaha menanyai beberapa orang yang aku temui. Hingga akhirnya aku melihatnya duduk sendiri di sebuah ayunan. Di tangannya ada sebuah buku yang tertutup, dan kepalanya tertunduk lesu, mungkin memandangi kakinya yang terayun. Kulihat sesekali dia menyeka matanya, seolah airmata itu tak bisa berhenti. Perlahan kudekati dia, masih tak menyadari kehadiranku, dia masih menundukkan kepalanya. Aku berhenti di depannya, berjongkok agar sejajar dengan pandangnya. Kulihat matanya yang sembab, raut mukanya yang kuyu, dan kosong tanpa ekspresi. Aku merasa begitu bersalah, mengetahui semua itu adalah karenaku. Aku telah lama merasakan perhatiannya, dia juga pernah terus terang menyatakan perasaanya, yang kubalas dengan diam. Aku tahu mungkin hal itu pula yang menyebabkan perubahan yang kini aku lihat. Butuh waktu agak lama bagiku untuk menyadari bahwa benang-benang itu memang mengikatku pula. Aku mulai merindukannya saat dia tak ada.
“Kau menghindariku ya?”
Perlahan diangkatnya kepalanya, menatapku. Dengan tatapan yang masih nanar, kurasakan getaran kesedihan yang begitu besar menghimpit perasaannya. Aku turut dalam rasa sedih itu, membuatku semakin merasa bersalah.
“Aku mencarimu.”
Ada apa?”, balasnya masih dengan pandangan kosong, seolah tak menyadari kehadiranku.
“Jika aku katakan aku juga mencintaimu, apa kau akan terus bersikap seperti ini?”
“……..”
“Aku merindukanmu”, akhirnya kata-kataku meluncur begitu saja, karena melihat semakin lama dia semakin menderita, dan itu semua karena aku. Aku ingin melakukan apa saja hanya demi melihat dia bahagia. Aku tak mau dia terluka lagi karenaku.
Dia masih belum menanggapi aku. Kugenggam tangannya. Kucoba untuk menatapnya, meski aku harus mendongakkan dagunya untuk bisa langsung melihat ke matanya. Kulihat tatapan sedih itu, matanya berkaca-kaca, dan aku semakin tak tahan untuk tidak memeluknya. Kupeluk dia agar dia bisa terlindungi, dan aku ingin dia menumpahkan perasaannya lebih dekat padaku. Dia menangis tersedu di dadaku. Masih kupeluk dia, kubelai rambutnya,
“Aku tak mau jauh darimu. Jadi jangan menghilang lagi karena aku tak bisa sendiri, tanpamu.”
Setelah beberapa waktu, kurasa dia sudah mulai tenang. Kurenggangkan pelukanku, kutatap kembali matanya,
“Aku mencintaimu.”
“Ya, aku tahu”, jawabnya singkat. Dan sebelum dia menundukkan kepalanya lagi kukecup bibirnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar