Subject:
jangan marah dulu!
Aku
mendapatkan alamatmu dari membongkar lemari arsip ditambah membayar petugas
untuk mencarikan, dengan banyak paksaan di sana-sini. Hehe..yang belakangan aku
bergurau kok.
Sebenarnya
aku memaksa beberapa orang untuk memberikan alamat ini padaku, dengan harga
mahal. Maksudku mereka rata-rata tak mau uang, tapi banyak hal lain yang harus
aku lakukan. Tapi tak apalah. Demi kamu, segalanya, apapun, pasti akan aku
lakukan.
Aku sudah
mengakui dari awal bahwa aku memang serius menyukaimu, dan bahkan semakin hari,
aku semakin jatuh cinta padamu. Jangan salahkan aku jika kau mulai menjadi
bagian dari setiap tarikan nafasku. Karena aku hanya ingin hidup bersamamu.
Aku cukup
tahu bahwa kamu tak akan pernah mengatakan kata-kataku tadi bentuk lebay atau
apapun untuk menarik perhatianmu. Aku tahu kamu pasti hanya bereaksi dengan
diam. Aku tahu kamu hanya mengatakan hatimu lewat matamu. Itu yang mampu aku
baca darimu.
Sebenarnya
aku sangat bahagia saat ini, juga resah, gelisah menanti jawabanmu. Kira-kira
apa kamu akan marah atau malah melakukan hal yang aku benci, yaitu menghindari
aku. Aku akhir-akhir ini sering melamun, membayangkan kamu, tapi pasti karena
terpengaruh oleh bacaanku. Bagaimana aku tak teringat padamu, karena bacaanku
selama ini hanyalah kisah cinta yang mendayu-dayu, yang semakin membuatku tak
pernah berhenti memikirkanmu. Itu kulakukan karena aku tak mampu lagi membaca
bahan yang lebih berat. Tugas-tugasku akhirnya menjadi beban yang tak kunjung
berakhir. Aku semakin membenci hari-hari dimana aku harus bersikap wajar,
selayaknya tak ada peristiwa apa-apa, tetapi hatiku hanya mampu untuk diam,
melamun, dan mataku lebih menyukai untuk tertutup dan membayangkanmu. Katakan
saja aku aneh, tapi bukankah seperti apapun keanehan orang yang sedang jatuh
cinta tetap saja hal yang manusiawi.
Bagaimana
denganmu? Aku sebenarnya tak berani mengatakan ataupun menanyakan tentang
perasaanmu, karena aku takut kau akan salah mengartikanku.
Aku hanya
ingin balasan perasaanmu. Aku masih menunggu. Segala yang tak terkatakan
darimu, sangat menyiksaku.
Subject:
balasan
Kau selalu
mengira diamku berarti marah, dan diamku selalu menjadi top-reaction.
Sebenarnya tidak. Aku mulai merasa kau akan tahu, dan sudah pasti kau sudah
menduga reaksiku, bahwa aku pasti terdiam dengan seluruh ungkapan perasaanmu.
Kau bisa mengerti aku jauh melebihi orang yang kau sebut teman, teman dekat,
atau sahabat. Aku tak berani mengatakan kalau aku sebenarnya tidak mengerti harus
bersikap seperti apa yang kau harapkan dariku. Aku pun ingin membuatmu nyaman
dan senang berada di dekatku. Terlepas apakah aku sanggup mengatakan perasaanku
atau tidak. Sejujurnya akupun merasa senang berada di dekatmu, tetapi aku masih
belum yakin dengan perasaanku bahwa sebenarnya kamu masih mengharapkan sesuatu
yang lebih dariku. Bukannya aku lama-lama akan merasa muak, jauh dari hal itu,
tapi semakin lama aku semakin hafal dan terbiasa dengan segala bentuk
perhatianmu itu. Kau boleh tersenyum sekarang-aku kadang merindukan saat-saat
semacam itu saat kau jauh.aku pasti akan melantur jika sudah berada di depan
layar semacam ini dengan banyak kata berlompatan di kepalaku. Sebaiknya aku
hentikan saja. Aku akan menemuimu jika ada kesempatan, agar kita bisa lebih
banyak bercerita.
Subject: aku
sangat senang
Jika kau
mulai merasa merindukan aku, katakan saja, aku pasti akan berlari menemuimu.
Benar loh. Aku tidak bergurau. Aku pasti akan menemuimu, agar kau tak lagi
gelisah menungguku. Ah, aku bicara seolah kau sudah benar-benar sudah menjadi
milikku. Aku menunggu saat itu, saat kau sudah tak ragu lagi menjadi milikku. Aku menunggu.
Subject: aku
suka berbalas email
Aku mungkin
lebih mudah mengungkapkan isi kepalaku jika berada dalam dunia semacam ini. Dan
bukan sedang berada di hadapanmu, yang seringya selalu meruntuhkan
pertahananku, setebal apapun.
Subject: aku
ingin bertemu
Karena aku
sangat merindukanmu.
Subject:
hahahaaa…..
Tidak
terlalu sulit membayangkan reaksimu semacam itu.
Subject: aku
semakin merindukanmu
Mengapa pula
kemarin kita tak bisa bertemu dalam satu-satunya kesempatan yang aku miliki.
Kini aku mulai menyesali sedetik yang telah terlewati itu dengan selalu
mengutuknya menjadi beku. Eh, bukannya jika sedetik kemarin itu membeku, hari
ini tak akan berlangsung? Aku tahu kamu pasti mulai senyum-senyum karena aku
mulai menarikan jari-jariku untuk mewakili isi kepalaku. Karena aku benar-benar
marah dengan kemarin yang tak bisa menemuimu. Bahkan mungkin tarian jariku
masih terselubungi emosi. Aku jadi menjadi sepertimu, lebih banyak berkata-kata
dalam tulisan, seolah menelepon saja tak cukup. Karena jika aku menulis, kamu
pasti jauh lebih mampu memahamiku. Aku tahu itu. Dan semata-mata aku lakukan hanya
demi kamu. Tapi memang aku sedang punya beberapa hal yang ingin aku sampaikan
padamu. Aku mau beritahu kamu tentang jadwalku untuk minggu depan. Lalu aku mau memberitahumu tentang kondisi di
sini, aku akan menyertakan foto-fotoku. Atau kau ingin foto yang lain juga? Aku
tak mau, maaf. Aku ingin kau resensikan beberapa buku. Aku sudah membelinya,
dan kukirim ke alamatmu. Tunggu saja barangnya pasti datang. Tolong kau buatkan
resensinya, dan aku ingin tahu juga pendapatmu pada masing-masing buku itu. Aku
bermaksud membacanya nanti jika aku sudah kembali. Jangan menolak, please. Aku
semakin mencintaimu.
Subject:
resensi masih dalam proses
Kau ini,
maunya menulis hanya karena butuh tenagaku untuk resensi, dan karena sedang
order buku. Bukunya sudah sampai di tanganku. Aku ingin bertanya padamu,
mengapa kamu belanja begitu banyak. Bagiku semuanya menarik, hanya ada satu
yang aku merasa itu bukan gayamu, jika membaca buku semacam itu. Tumben kamu
berselera dengan buku psikologi. Mungkin buku yang itu tidak bisa aku resensi.
Otakku tak bisa mencerna buku semacam itu. Jadi maaf ya. Yang lain pasti aku
kerjakan. Dan karena kemarin aku tak kau beri deadline, jadi aku kerjakan
sebisaku dengan tenggat waktu yang aku tentukan sendiri. Di sela-sela tugas
rutinku. Kamu jangan marah dulu. Aku usahakan selesai saat kau kembali. Entah
kapan kita bisa bertemu lagi.
Subject: aku
semakin mencintaimu
Terima kasih
atas kiriman resensimu yang kemarin. Aku heran mengapa kamu harus berkomentar
demikian, padahal biasanya dengan buku semacam itu kamu bisa lebih kreatif.
Atau kamu sedang banyak pikiran? Sedang pms? Aku tidak menilai resensimu, aku
cukup menghargai usahamu, karena aku sudah lama mengenalmu, jadi aku bisa tahu
apa yang berada di benakmu saat menulis itu. Itu sudah sangat membantuku. Kamu
ingin aku belikan apa jika aku pulang nanti? Aku harusnya sudah tahu jawabanmu,
tapi setidaknya aku ulangi pertanyaan itu, karena siapa tahu kamu berubah
pikiran dan memiliki jawaban lain yang di luar perkiraanku. Aku sayang kamu
Subject: aku
memang sedang pms
Maaf jika
resensi yang kubuat tak sesuai dengan harapanmu. Aku memang sedang
banyak
tugas, pms yang kuderita juga kurasa menambah berat bebanku. Aku lebih menyukai
tiduran, dan mungkin akan lebih mudah jika aku stay di rumah sakit saja, tapi
aku tak bisa meninggalkan tugasku. Ada ujian. Jika aku stay di rumah sakit,
mungkin aku bisa lebih berkonsentrasi mengerjakan. Tapi setidaknya meskipun
tidak maksimal, aku masih bisa mengerjakan tugas yang kau berikan. Aku tak
sabar ingin dengar pendapatmu mengenai resensi yang akan kukirim ini.
Subject: tak
ada kata lain yang bisa mewakili
Yang berikut
sudah lebih bagus. Eh, sebenarnya sejak kapan ya aku menjadi penilai resensimu?
Dan mengapa pula kita berkirim email hanya untuk membahas resensi buku? Kapan
kita membahas tentang kita? Aku merindukanmu.
Subject:
entahlah
Aku tak
punya banyak kata-kata untuk melukiskan hubungan yang terjadi antara kita.
Sebuah relationship semacam apa yang aku bangun denganmu ini. Aku sendiri tak yakin
dengan perasaanku. Jadi maafkan aku jika aku belum bisa menulis tentang kita.